Rabu, 21 Agustus 2013

Taj al-Muslimin Min Kalami Rabb al-’Alamin



Judul: Taj al-Muslimin Min Kalami Rabb al-’Alamin
Penulis: Mishbah Mushtafa

Latar Belakang Penulisan:
-          Kesadaran ulama Indonesia tentang betapa pentingnya mempelajari dan memahami petunjuk-petunjuk agama yang terdapat dalam al-Qur’an yang sangat dibutuhkan masyarakat.
-          Al-Qur’an berbahasa Arab, sedangkan masih sedikit orang yang dapat memahaminya, maka perlu dilakukan penafsiran dan penterjemahan teks al-Qur’an sendiri ataupun kitab-kitab tafsir berbahasa Arab dari Timur Tengah ataupun dari Indonesia.
Karakteristik (ciri khas):
-          Terdiri atas empat jilid, masing-masing terdiri atas satu juz.
Pertama, hal. 1-428 (QS. Al-Baqarah: 141)
Kedua, hal. 429-793 (QS. Al-Baqarah: 252)
Ketiga, hal. 794-1189 (QS. Ali Imran: 91)
Keempat, hal. 1190-1689 (QS. Al-Nisa’: 23)
-          Penulisan menggunakan tulisan Arab dan berbahasa Jawa dan masih asli tulisan tangan.
Bentuk, Metode dan Corak Penafsiran:
-          Bentuk penafsiran Misbah Mustafa dalam tafsir Taj al-Muslimin ialah Tafsir bi al-Ra’yi, hal ini dikarenakan prosentase penggunaan pemikiran sebagai dasar penafsirannya lebih banyak daripada penggunaan riwayat. Dan sekalipun dalam penafsirannya Misbah Mustafa menukil suatu riwayat atau literatur lain untuk mendukung penafsirannya, literatur tersebut belum tentu bernilai marfu’, sehingga, sebagaimana yang diungkapkan oleh Nashruddin Baidan, hal tersebut belum mampu mengantarkannya sebagai tafsir bi al-ma’tsur.
-          Metode yang digunakan oleh Misbah Mustafa adalah tahlili atau analitis dengan corak adabi-ijtima’i, dengan dasar bahwa penafsiran-penafsiran yang dilakukannya banyak merespon persoalan yang terjadi di masyarakat.
Sistematika penafsiran:
-          Menyajikan uraian penafsiran dengan mengikuti runtutan susunan mushaf Utsmani.
-          Memberi pengantar sebelum memasuki wilayah penafsiran denagn penyebutan nama surat, kemudian mengkategorisasikan suRat tersebut (Makiyah atau Madaniyah), menyebutkan jumlah ayat, menyebutkan jumlah kalimat dan huruf dari seluruh surat yang akan ditafsirkan. Misal, ketika memberi pengantar terhadap surat al-Fatihah, Misbah Mustafa menyebutkan surat ini turun di Mekkah, jumlah ayatnya ada 7, jumlah kalimahnya ada 27 dan jumlah hurufnya ada 140. disamping itu, Misbah terkadang juga memberi pengantar terhadap sebuah surat yang akan ditafsirkan dengan menyebutkan keutamaan surat, nama lain dari surat dan ajaran kepada pembaca untuk membaca surat yang ditafsirkan, sebagaimana ketika menafsirkan surat al-Baqarah. Di sana Misbah mengatakan bahwa nama lain dari surat ini adalah al-Zahra’, kemudian Misbah menyebutkan bahwa keutamaan surat ini, yakni jika dibaca, besok saat pembaca tersebut menghadap kepada Allah di hari kiamat akan dinaungi oleh mendung atau seekor burung yang mengibaskan sayapnya, sehingga si pembaca al-Baqarah tersebut terteduhi oleh naungan mendung dan sayap burung tersebut. (Taj al-Muslimin, hal. 31)
-          Mengawali penafsiran dengan menulis ayat secara lengkap beserta mufradat atau kosakata perkata tiap ayat yang ditulis dibawahnya dengan posisi miring (gandul). Setelah itu Misbah menerjemahkan secara global dari seiap ayat yang ditafsirkan, kemudian yang terakhir menafsirkan ayat tersebut secara terperinci.
-          Menyebutkan asbab al-nuzul, munasabah, kisah dan hukum yang terkandung dalam sebuah ayat, dengan terlebih dahulu mengawali paragraf-paragrafnya dengan tanbih, masalah, kisah, ibrah, dan sebagainya.
Contoh Penafsiran
Q.S. al-Baqarah: 186
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.
Dalam menafsirkan ayat yang berkaitan dengan aspek ibadah di atas, Misbah mengatakanbahwa pada zaman sekarang perintah Rasulullah yang menyatakan bahwa dalam berdoa sebaiknya dengan suara pelan saja sudah tidak diindahkan lagi, terbukti dengan banyaknya masjid-masjid yang mempergunakan pengeras suara. Bahkan ketika shalat, shalawat, tahlil atau berdoa pun menggunakan pengeras suara. Kemudian dengan nada tegas Misbah mengatakan: ”Apakah orang Islam sekarang sudah menganggap Allah itu tuli?”.

0 komentar:

Posting Komentar

Social Icons