Judul: Taj al-Muslimin Min Kalami Rabb al-’Alamin
Penulis: Mishbah Mushtafa
Latar Belakang Penulisan:
-
Kesadaran ulama Indonesia tentang betapa
pentingnya mempelajari dan memahami petunjuk-petunjuk agama yang terdapat dalam
al-Qur’an yang sangat dibutuhkan masyarakat.
-
Al-Qur’an berbahasa Arab, sedangkan masih sedikit
orang yang dapat memahaminya, maka perlu dilakukan penafsiran dan penterjemahan
teks al-Qur’an sendiri ataupun kitab-kitab tafsir berbahasa Arab dari Timur
Tengah ataupun dari Indonesia.
Karakteristik (ciri khas):
-
Terdiri atas empat jilid, masing-masing terdiri
atas satu juz.
Pertama, hal. 1-428 (QS. Al-Baqarah: 141)
Kedua, hal. 429-793 (QS. Al-Baqarah: 252)
Ketiga, hal. 794-1189 (QS. Ali Imran: 91)
Keempat, hal. 1190-1689 (QS. Al-Nisa’: 23)
-
Penulisan menggunakan tulisan Arab dan berbahasa
Jawa dan masih asli tulisan tangan.
Bentuk, Metode dan Corak
Penafsiran:
-
Bentuk penafsiran Misbah Mustafa dalam tafsir Taj
al-Muslimin ialah Tafsir bi al-Ra’yi, hal ini dikarenakan prosentase
penggunaan pemikiran sebagai dasar penafsirannya lebih banyak daripada
penggunaan riwayat. Dan sekalipun dalam penafsirannya Misbah Mustafa menukil
suatu riwayat atau literatur lain untuk mendukung penafsirannya, literatur
tersebut belum tentu bernilai marfu’, sehingga, sebagaimana yang
diungkapkan oleh Nashruddin Baidan, hal tersebut belum mampu mengantarkannya
sebagai tafsir bi al-ma’tsur.
-
Metode yang digunakan oleh Misbah Mustafa adalah tahlili
atau analitis dengan corak adabi-ijtima’i, dengan dasar bahwa
penafsiran-penafsiran yang dilakukannya banyak merespon persoalan yang terjadi
di masyarakat.
Sistematika penafsiran:
-
Menyajikan uraian penafsiran dengan mengikuti
runtutan susunan mushaf Utsmani.
-
Memberi pengantar sebelum memasuki wilayah penafsiran
denagn penyebutan nama surat, kemudian mengkategorisasikan suRat tersebut
(Makiyah atau Madaniyah), menyebutkan jumlah ayat, menyebutkan jumlah kalimat
dan huruf dari seluruh surat yang akan ditafsirkan. Misal, ketika memberi
pengantar terhadap surat al-Fatihah, Misbah Mustafa menyebutkan surat ini turun
di Mekkah, jumlah ayatnya ada 7, jumlah kalimahnya ada 27 dan jumlah hurufnya
ada 140. disamping itu, Misbah terkadang juga memberi pengantar terhadap sebuah
surat yang akan ditafsirkan dengan menyebutkan keutamaan surat, nama lain dari
surat dan ajaran kepada pembaca untuk membaca surat yang ditafsirkan,
sebagaimana ketika menafsirkan surat al-Baqarah. Di sana Misbah mengatakan
bahwa nama lain dari surat ini adalah al-Zahra’, kemudian Misbah
menyebutkan bahwa keutamaan surat ini, yakni jika dibaca, besok saat pembaca
tersebut menghadap kepada Allah di hari kiamat akan dinaungi oleh mendung atau
seekor burung yang mengibaskan sayapnya, sehingga si pembaca al-Baqarah
tersebut terteduhi oleh naungan mendung dan sayap burung tersebut. (Taj
al-Muslimin, hal. 31)
-
Mengawali penafsiran dengan menulis ayat secara
lengkap beserta mufradat atau kosakata perkata tiap ayat yang ditulis
dibawahnya dengan posisi miring (gandul). Setelah itu Misbah
menerjemahkan secara global dari seiap ayat yang ditafsirkan, kemudian yang
terakhir menafsirkan ayat tersebut secara terperinci.
-
Menyebutkan asbab al-nuzul, munasabah, kisah dan
hukum yang terkandung dalam sebuah ayat, dengan terlebih dahulu mengawali
paragraf-paragrafnya dengan tanbih, masalah, kisah, ibrah, dan
sebagainya.
Contoh Penafsiran
Q.S. al-Baqarah: 186
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ
الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ
يَرْشُدُونَ
Dan
apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah),
bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa
apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala
perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada
dalam kebenaran.
Dalam menafsirkan ayat yang berkaitan dengan aspek ibadah di atas,
Misbah mengatakanbahwa pada zaman sekarang perintah Rasulullah yang menyatakan
bahwa dalam berdoa sebaiknya dengan suara pelan saja sudah tidak diindahkan
lagi, terbukti dengan banyaknya masjid-masjid yang mempergunakan pengeras
suara. Bahkan
ketika shalat, shalawat, tahlil atau berdoa pun menggunakan pengeras suara.
Kemudian dengan nada tegas Misbah mengatakan: ”Apakah orang Islam sekarang
sudah menganggap Allah itu tuli?”.
0 komentar:
Posting Komentar