Rabu, 21 Agustus 2013

Tafsir Ahkam I; Ayat-Ayat Ibadah


Judul buku       : Tafsir Ahkam I; Ayat-Ayat Ibadah
Pengarang        : DR.H. Muhammad Amin Suma, M.A.,S.H.
Penerbit           : Logos Wacana Ilmu
Jilid/halaman   : 2 jilid/203 hlm; 20cm
Cetakan           : Pertama, Dzulqa’dah 1417 H/Maret 1997 M
A.       Seputar tentang Tafsir Ahkam I; Ayat-Ayat Ibadah
Ayat al-Ibadah adalah untuk ayat-ayat yang mengatur perkara ibadah. Khusus tentang ayat ahkam, yang sebagiannya terdapat perbedaan di kalangan para ahli mengenai jumlahnya. Ada yang mengatakan 150 ayat, menurut ‘Abdul Wahhab Khallaf; 500 ayat menurut angka yang dinukilkan dari al-Mubarak, dan 1000 ayat menurut perkiraan Abu Yusuf.
Urgensi pengarang menulis buku ini adalah beliau ingin memperkaya wawasan keilmuan dalam bidang tafsir ahkam dan beliau juga mengharapkan dapat mengisi kekosongan tafsir ahkam berbahasa Indonesia yang masih langka.
Tujuannya adalah membantu para mahasiswa dan masyarakat umum memahami lebih jauh tentang tafsir al-Qur’an pada umumnya, dan tafsir ayat-ayat hukum bidang ibadah khususnya.
Buku tafsir ahkam I ini memuat ayat-ayat hukum di bidang ibadah (ayat al-ibadah), terdiri atas VI bab dengan rincian sebagai berikut: Bab I: Pendahuluan, Bab II: ayat-ayat tentang bersuci (mandi dan tayammum), Bab III: ayat-ayat tentang shalat, Bab IV: ayat-ayat tentang zakat, Bab V: ayat-ayat tentang puasa dan Bab VI    : ayat-ayat tentang haji.

B.       Metode dan Sistematika dalam penafsiran
Corak metode yang digunakan dalam tafsir ahkam adalah bersifat khusus yaitu tafsir fiqh dan juga menggunakan metode istinbath.
Prinsip penafsirannya:
Å        Mula-mula beliau menuliskan ayat yang bertalian dengan topik yang dibahas.
Å        kemudian diikuti dengan terjemahan, diharapkan dapat membantu dalam memahami kandungan harfiah ayat yang bersangkutan.
Å        makna mufradat, diharapkan dapat memahami kosa kata tertentu yang menjadi kata kunci dari ayat yang bersangkutan.
Å        makna global, lebih menitikberatkan uraian pada munasabah ayat dan terkadang lebih mengacu kepada isi singkat ayat yang bersangkutan.
Å        sabab nuzul (kalau ada/ditemukan), sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam menafsirkan dan mengistinbathkan hukum yang ada.
Å        Penjelasan, dengan cara memenggal ayat yang sedang ditafsirkan ke dalam beberapa bagian selain diilhami oleh kebanyakan kitab-kitab tafsir yang ada.
Å        dan terakhir istinbath hukum yang sekaligus sebagai penutup, sebagai ringkasan hasil akhir dari penafsiran ayat hukum itu sendiri.
Perlu digarisbawahi bahwa metode seperti ini tidaklah bersifat konsisten, tergantung pada kondisi ayat yang bersangkutan. Sebab ketika membahas ayat pendek misalnya, boleh jadi tidak disertakan makna mufradat; demikian pula dengan ayat yang tidak diketahui sabab nuzulnya, dengan sendirinya tidak dituliskan sabab nuzulnya.

C.       Contoh penafsiran[1]
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا ارْكَعُوا وَاسْجُدُوا وَاعْبُدُوا رَبَّكُمْ وَافْعَلُوا الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.” (QS. Al-Hajj: 77)
Tafsir mufradat:
الركوع                :Membungkukkan kepala dan adan hingga rata. Ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud ruku’ disini adalah menundukkan diri kepada Tuhan; ada [ula yang berpendapat bahwa yang dimaksud adalah shalat.
السجود                :Meletakkan jidat diatas tanah. Tetapi yang dimaksudkan adalah shalat.
العبادة                  :Makna asalnya adalah tunduk, patuh, dan menurut. Yang dimaksud adalah setiap perbuatan yang mendapat ridha Allah dan Rasul-Nya.
Penjelasan:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا ارْكَعُوا وَاسْجُدُوا Yakni, hai orang-orang yang beriman, shalatlah kamu semua. Diungkapkannya shalat dengan menggunakan redaksi ruku’ dan sujud, kata al-Qasimi karena keduanya itu merupakan unsur paling penting dari gerakan yang ada dalam shalat. Namun demikian bisa juga ditafsirkan dengan patuhlah kamu kepada Allah, merendahlah kamu kepada-Nya dengan bersujud kepada-Nya, tidak kepada selain Allah.
وَاعْبُدُوا رَبَّكُمْ Yakni beribadahlah kamu kepada Allah. Tuhanmu yang menciptakan jin dan manusia memang supaya beribadah kepada-Nya. Yang dimaksud ibadah disini tentulah dalam artian yang luas, tidak terbatas pada ibadah mahdlah seperti shalat dan puasa, melainkan semua sikap dan tindakan yang diridlai Allah dan Rasul-Nya.
وَافْعَلُوا الْخَيْرَ Yaitu mengerjakan segenap perbuatan yang baik, mencakup semua aspek kebajikan baik yang hablun min Allah maupun hablun min al-nas.
لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ Agar kamu memperoleh kebahagiaan dunia dan kesejahteraan di akhirat.
Jika diperhatikan dengan seksama, ayat 77 surat al-hajj ini tampak dimulai dengan perintah melakukan ibadah khusus yaitu shalat, kemudian diteruskan dengan perintah beribadah dalam konteks yang bersifat umum, dan lalu diakhiri dengan perintah yang lebih luas dan lebih umum yaitu melakukan berbagai kebajikan. Seolah-olah Allah berfirman, jika kamu berkeinginan untuk meraih kemenangan atau keberuntungan, maka hendaklah kamu tegakkan shalat, lakukan ibadah kepada Allah, dan berbuat kebajikanlah terhadap sesama manusia. Inilah kunci kebahagiaan yang tidak boleh dilupakan.
Mengakhiri pembahasan tentang ayat tersebut, pada tempatnya jika disertakan pula catatan tentang kedudukan ayat di atas sebagai ayat sajdah atau bukan. Menurut sebagian ahli, di antaranya diriwaytkan dari Umar, Ali, Ibn Umar, Ibn Mas’ud dan Ibn ‘Abbas, mereka menyatakan bahwa dalam surat al-hajj terdapat dua ayat sajdah yang menyebabkan surat ini punya keistimewaan. Salah satunya adalah ayat ke-77 ini. Tapi menurut sebagian pakar yang lain, di antaranya al-Hasan, Sa’id bin al-Musayyab, Sa’id bin Jabir, Sufyan al-Tsawri dan Abu Hanifah mengatakan bahwa ayat tersebut bukanlah ayat sajdah sebab dalam surat al-hajj hanya terdapat satu ayat sajdah saja, yaitu sebelum ayat di atas.


0 komentar:

Posting Komentar

Social Icons