Rabu, 21 Agustus 2013

Tafsir Al-Qur’an Juz 30



Judul                :  Tafsir Al-Qur’an Juz 30
Pengarang       :  H. Zaini Dahlan
Penerbit          : Takmir Masjid Baitul Qahhar UII bekerjasama dengan Lazis UII, Yogyakarta, Mei 2007
Tebal Buku      : 237 halaman

Sekilas tentang Tafsir Al-Qur’an Juz 30
            Kitab Tafsir Al-Qur’an Juz 30 ini  merupakan bahan penulis yang rencananya  akan disampaikan pada tiap-tiap pengajian. Namun, dikarenkan waktu pertemuan yang sangat terbatas, penulis berinisiatif untuk mewujudkan materi-materi ceramah tersebut dalam wujud tulisan, agar para pembaca—khususnya jama’ah pengajian yang dipimpin beliau--lebih luas serta memiliki waktu yang cukup panjang dalammengkaji.
       Format penulisan kitab Tafsir Al-Qur’an Juz 30 ini diawali dengan kata pengantar dari penyusun/penulis. Adapun langkah-langkah penulis  dalam menyusun buku tafsir ini adalah sebagai berikut : dengan memberikan gambaran umum kandungan  dari isi surat yang bersangkutan, kemudian dilanjut dengan pencantuman teks ayat berikut terjemahannya, dilanjut dengan menjelaskan/menafsirkan ayat, dan terakhir dengan mencantumkan kalimat tanbih (berupa i’tibar surat) dari penulis di setiap akhir surat yang ditafsirkan.
Prinsip-prinsip/Metodologi Penafsiran
·      Disebutkan apakah termasuk surat makiyyah/madaniah.
·      Menggunakan asbabul Nuzul (jika ada) sebagai pengantar sebelum ke penafsiran.
·      Sebagian besar ditafsirkan secara ijmali/global.
·      Sebagian besar menggunakan tafsir bir-Ra’yi, dimana peran penafsir memiliki ruang yang cukup luas dan bebas dalam menafsirkan ayat-ayat dalam al-Quran.
·      Terkadang juga Menggunakan metode tafsir bi al-Riwāyah,
·      Tidak semua ditafsirkan per-ayat/satu per-satu akan tetapi ditafsirkan berdasarkan ayat yang mempunyai kesamaan alur cerita. Misal penjelasan ayat 1, penjelasan ayat 2-4, dsb.

Contoh Penafsiran: 
1.      Q.S Al-Ikhlas : 2
اللَّهُ الصَّمَدُ
Artinya : Dia yang segalanya tergantung kepada-Nya
Penjelasan:
            Allah adalah yang Maha sempurna yang semua makhluk tanpa kecuali tergantung kepada-Nya, kekuasaan-Nya yang tunggal mencakup seluruh semesta, tiada yang lolos dari pengawasan dan pengendalian-Nya juga tidak ada yang terlewati rahmatdan kasih sayang-Nya, keputusan-Nya berlaku pada semuanya tiada yang membantah atau menolak, kasih sayang-Nya menembus seluruh yang ada samapi ikan di kedalaman laut. Tiada dosa yang ditolak untuk dimaafkan tiada amal sekecil apapun yang tidak dinilai dan dihargai.
            Allah adalah tumpuan harapan seluruh makhluk segala yang dibutuhkan makhluk berasal dari-Nya dan semua ada karena karunia-Nya, dan bahwa perjalanan manusia yang panjang berakhir hanya pada-Nya saja. Dia pula yang menentukan dengan keadilan-Nya yang tinngi nasib manusia di akherat berdasar iman dan amalnya.                       
2.      al-kautsar : 1
إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ
Artinya : Sungguh Kami telah keruniakan kepadamu kenikmatan yang banyak.
Penjelasan :
            Kaum Kafir Makkah menyebarkan issu berdasar kepercayaan Arab jahiliah bahwa seorang yang tidak mempunyai keturunan laki-laki akan gagal hidupnya dan putus sejarahnya. Issu ini berkaitan dengan meninggalnya putra Nabi saw yang bernama Ibrahim. Surah ini demikian pula surat yang lain telah menjelaskan bahwa Allah tidak akan meninggalkan dan membiarkan Rasul-Nya dimusuhi dan disakiti dengan cara apapun, Allah telah memberikan kerunia-Nya yang banyak kepada Rasul baik di dunia dan kelak di akherat sehingga Rasul dan para pengikutnya tidak perlu gelisah menanggapi issu yang tujuan utamanya menyebarkan kegelisahan.


Judul                    :  Tafsir Tematis Al-Qur’an dan Masyarakat; Membangun Demokrasi dalam Peradaban Nusantara
Pengarang       :  Hasyim Muhammad
Penerbit          : TERAS,  Yogyakarta, November  2007
Tebal Buku      : 198 Halaman
Tafsir Tematis Al-Qur’an dan Masyarakat; Membangun Demokrasi dalam Peradaban Nusantara
Buku karangan Hasyim Muhammad ini bermaksud mengkaji secara lebih komprehensip dan kontekstual yang berpijak pada konteks perpolitikan di Indonesia terhadap sumber hukum Islam, khususnya al-Quran dan sunnah.           Sebagian besar isi dari buku ini adalah, pertama buku ini membahas bagaimana seluk beluk serta perjalanan demokrasi dalam peradaban di nusantara ini, bagiamana tradisi demokrasi di Indonesia ditinjau dari berbagai daerah besar di Indonesia (misal tradisi demokrasi di Jawa, Acah, Banjar, dll), kedua, pembahasan mengenai civil society bagaimana sejarah perkembangan serta apa ide/pemikiran utama dari konsep civil society tersebut. dan ketiga adalah pembahasan tentang bagiamana al-Quran dan kaitannya terhadap isu-isu kemasyrakatan sekarang. Pembahasan yag terakhir ini merupakan inti dari tujuan penulisan buku ini.
Adapun Metode yang di gunakan adalah dengan cara proses pegumpulan, pengolahan analisis data yang disesuaikan dengan kronologi penafsiran tematis (maudlu’i) yang dilengkapi dengan pendekatan historis kontestual. Yakni dengan terlebih dahulu menentukan variabel dari term civil society kemudian dilakukan pengumpulan ayat-ayat yang sesuai. Selanjutnya melakukan pelacakan terhadap sebab-sebab turunnya ayat-ayat al-Quran dan melengkapinya dengan penjelasan dari sunnah nabawiyyah. Langkah berikutnya, memahami korelasi antar ayat dengan melakukan analisis berdasrkan sunnah dan asbabun nuzul (sebab-sebab turunnya ayat).[1] Mengenai prinsip-prinsip penafsirannya sebagian besar ayat ditafsirkan secara ijmali/global serta lebih menonjolkan ra’yu daripada riwayat (baca: hadis nabi) sebgai penguat penafsiran/penjelasan
Contoh penafsiran
-Hak Kebebasan Mencari Suaka.[2]
            Allah tidak mengahruskan manusia bertemapt tinggal dalam satu lingkungan yang telah didiaminya. Tetapi memberikan kebebasan bagi setiap manusia untuk berpindah-pindah umtuk menentukan pilihan terbaik bagi hidup dan kehidupannya. Firman Allah :
إِنَّ الَّذِينَ تَوَفَّاهُمُ الْمَلَائِكَةُ ظَالِمِي أَنْفُسِهِمْ قَالُوا فِيمَ كُنْتُمْ قَالُوا كُنَّا مُسْتَضْعَفِينَ فِي الْأَرْضِ قَالُوا أَلَمْ تَكُنْ أَرْضُ اللَّهِ وَاسِعَةً فَتُهَاجِرُوا فِيهَا فَأُولَئِكَ مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَسَاءَتْ مَصِيرًا
Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, kepada mereka malaikat bertanya: dalam keadaan bagaimana kamu ini?”. mereka menjawab: “adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Makkah)”. Para malaikat berkata:”bukankah bumi Allah itu luas sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?”. Orang-orang itu tempatnya neraka jahannam, dan jahnnam itu seburuk-buruk tempat kembali. (QS An-Nisa: 97)
            Ayat ini diturunkan dalam konteks umat masyarkat Islam Makkahyang diperintahkan untuk berhijrah ke Madinah. Di mana perpindahan mereja merupakan kewajiban bagi mereka, karena situasi Makkah sudah tidak kondusif bagi dakwah Islam. Allah tidak menginginkan umat Islam tersiksa akibat penindasan masyarakat kafir Makkah, maka Allah perintahkan untuk berhijrah.
            Ayat ini menunjukkan bahwa Allah tidak menginginkan seseorang tersiksa karena keganasan lingkungannya. Tetapi memberikan kebebnesan untuk berpundah ke tempat lain karena Allah telah menyediakan alam yang sangat luasuntuk dapat ditempati oleh siapapun. Dalam ayat lain Allah mengecam mereka yang bertahan di suatu tempat yang mereka tersiksa di dalamnya :
إِنَّمَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ قَاتَلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَأَخْرَجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ وَظَاهَرُوا عَلَى إِخْرَاجِكُمْ أَنْ تَوَلَّوْهُمْ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangi kamu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu, dan barang siapa menjadikan mereka kawan, maka mereka itulah orang-orang yang dhalim (QS Al- Mumtahanah: 9)
            Ayat ini meberikan peringatan bagi manusia agar tidak berkawan dengan orang-orang yang memerangi uamt Iaslam dan berusaha mengusir mereka. Dlam kondisi demikian Uamat Isalam berhak untuk pindah ke tempat lain mencari tempat aman yang terhindar dari kejahatan mereka. Karena pindah dari tempat satu ke tempat lain dalm kondisi darurat merupakan perintah Allah, maka menerima kepindahan satu kaum di wilayah manapun adalah wajib dan hak bagi mereka.







[1] Hasyim Muhammad, Tafsir Tematis Al-Qur’an dan Masyarakat; Membangun Demokrasi dalam Peradaban Nusantara, (Yogyakarta: Teras, 2007) hlm 17
[2] Hasyim Muhammad, Tafsir Tematis Al-Qur’an dan Masyarakat; Membangun Demokrasi dalam Peradaban Nusantara, (Yogyakarta: Teras, 2007) hlm 158-159

0 komentar:

Posting Komentar

Social Icons