Sejarah dan Pengertian Hermeneutika
(1)
Hermeneuse: Vedder mendefinisikan istilah ini dengan “die inhaltliche
Erklaerung oder Interpretation eines Textes, Kunstwerkes oder des
Verhaltens einer Person” (penjelasan atau interpretasi sebuah teks, karya
seni atau prilaku seseorang).[1]
Dalam pandangan Jung, terma ini tampaknya tidak berbeda dengan istilah-istilah
seperti Auslegung/Interpretation (penafsiran) dan Verstehen
(pemahaman) dengan segala bentuknya.[2] Dari
definisi ini dapatlah diketahui bahwa istilah tersebut me-refer kepada
aktivitas penafsiran terhadap obyek-obyek tertentu seperti teks, simbol-simbol
seni (lukisan, novel, puisi dll.) dan prilaku manusia. Hermeneuse tidak
terkait secara substansial dengan metode-metode dan requirements (‘syarat-syarat’) serta foundations
(hal-hal yang melandasi) penafsiran.
(2)
Hermeneutik: Jika seseorang kemudian berbicara tentang regulasi/aturan, methode atau
strategi/langkah penafsiran, maka berarti bahwa dia sedang berbicara tentang
hermeneutika. Jadi, hermeneutika concern dengan pertanyaan bagaimana
atau dengan method apa sebuah teks (atau yang lain) seharusnya ditafsirkan.
Sejarah hermeneutika, menurut Vedder,
membicarakan secara kontinu aturan-aturan penafsiran.[3]
Apa yang dimaksudkan oleh Vedder ini mirip dengan apa yang dikemukakan oleh
Matthias Jung ketika dia menyampaikan bahwa hermeneutik adalah Technik zum
Extrahieren eines einheitlichen Schriftsinns (teknik menguak kesatuan makna
teks).[4]
Termasuk dalam kategori hermeneutik adalah, misalnya, pemikiran-pemikiran J. Dannhaueser
dalam bukunya Hermeneutica sacra sive methodus exponendarum sacrarum
literarum (1654) yang memuat teorie-teori dan prinsip-prinsip penafsiran;
Spinoza (1632-1677) dalam bukunya Tractatus Theologico-Politicus yang di
dalamnya dia mengeksplorasi ide-idenya tentang metode-metode penafsiran Bibel,
meskipun dalam beberapa kasus ide-idenya bisa digolongkan atau mengarah ke ‘hermeneutical
philosophy’ (filsafat hermeneutis); and Schleiermacher yang tertarik
dengan permasalahan bagaimana seseorang menafsirkan teks secara benar dan
obyektif.[5]
Berdasarkan definisi ini, buku The Hermeneutical Spiral[6]
karya Grant R. Osborne juga bisa digolongkan ke dalam karya hermeneutik, karena
teori, metode dan strategi penafsiran dibahas di dalamnya dengan sangat detail.
(3)
Philosophische Hermeneutik: Hermeneutika filosofis tidak lagi
membicarakan metode eksegetik tertentu
sebagai obyek pembahasan inti, melainkan hal-hal yang terkait dengan “conditions
of the possibility” (“kondisi-kondisi kemungkinan”) yang dengannya seseorang
dapat memahami dan menafsirkan sebuah teks, simbol atau prilaku.
Pertanyaan-pertanyaan yang dimunculkan dalam hermeneutika filosofis adalah:
Bagaimana kita ‘mungkin’ menafsirkan teks atau prilaku manusia? Syarat-syarat (requirements)
apa yang dapat membuat penafsiran itu mungkin (dilakukan)? Requirement
adalah suatu kerangka (framework) yang atasnya sebuah penafsiran
didasarkan dan karenanya ia mungkin dilakukan.[7]
Menurut Jung, yang menjadi sentral pemikiran dalam hermeneutika filosofis
adalah “meneliti jalan masuk ke realitas penafsiran”.[8]
Dilthey, misalnya, lebih banyak berbicara tentang kondisi-kondisi dan fondasi (basis)
penafsiran daripada metode-metode penafsiran dan aplikasinya. Gadamer dalam Wahrheit
und Methode menghindari diri dari membicarakan metode-metode eksegetis dan
beranjak ke diskusi mengenai kerangka dan fondasi hermeneutis.
(4)
Hermeneutische Philosophie: Apa yang disebut dengan ‘filsafat hermeneutis’
adalah bagian dari pemikiran-pemikiran filsafat yang mencoba menjawab problem
kehidupan manusia dengan cara menafsirkan apa yang diterima oleh manusia dari
sejarah dan tradisi. Manusia sendiri dipandang sebagai ‘makhluk hermeneutis’ (a
hermeneutical being), dalam arti makhluk yang harus memahami dirinya.[9]
Jadi, proses pemahaman terkait dengan problem-problem seperti epistemologi,
ontologi, etika dan aestetika.[10]
Filsafat ini dapat kita temui, misalnya, dalam filsafat Heidegger.
[1] Vedder,
Was ist Hermeneutik?, h. 9.
[2] Jung,
Hermeneutik zur Einführung, h. 19.
[3] Vedder,
Was ist Hermeneutik, h. 9-10.
[4] Jung,
Hermeneutik zur Einführung, h. 9. Pada halaman 20 dia mendefinisikannya
dengan Methodenlehre der sachgerechten Auslegung (ajaran tentang metode
penafsiran yang benar).
[5] Vedder,
Was ist Hermeneutik, h. 14-15.
[6] Grant
R. Osborne, The Hermeneutical Spiral: A Comprehensive Introduction to
Biblical Interpretation (Downers Grove: Intervarsity Press, 1991). Pada
bagian pengahuluan Osborne juga memberikan definisi hermeneutika dengan “ilmu
pengetahuan yang membicarakan prinsip atau metode penafsiran terhadap maksud
sang pengarang teks.” (h. 5)
[7] Vedder,
Was ist Hermeneutik?, h. 10-11.
[8] Jung,
Hermeneutik zur Einführung, h. 21-22.
[9] Vedder,
Was ist Hermeneutik?, h. 11.
[10] Jung,
Hermeneutik zur Einführung, h. 22.
0 komentar:
Posting Komentar