Nuruddin ‘Itr dan Kajiannya tentang Hadis
“kajian
atas kitab Manhaj al-Naqdi fi ‘Ulum al-Hadis”
Dalam kata
pengantarnya belaiu mengatakan--hal. 13-14—beliau menyajikan dengan metode
baru yakni menyajikan ilmu mustholah hadis dari perspektif kritik
yang mendalam dan menyanggah pendapat orang2 yang menentang Kritik2/penelitian2
ahli hadis dan menghilangkan keraguan dan ketidak jelasan yang pernah ada di
sebagian penulis ilmu ini. Belia juga menegaskan pentingnya menghubungkan
dengan ilmu sejarah.-lihat hal. 14 paragraf 2-
I.
Biografi
Nuruddin ‘Itr
74 th. Yang lalu,
tepatnya tahun 1355 H/1937 M di Halab, Syiria lahirlah calon cendekiawan
Muslim, Nuruddin ‘Itr. Beliau tumbuh besar dalam keluarga yang religius dan
sadar akan pentingnya pendidikan. Tak heran semenjak usia dini Nuruddin selalu
diajak orang tuanya menghadiri kajian-kajian keilmuan dan belajar kepada ulama
termasyhur pada saat itu. Salah satu gurunya adalah al-Jalil
al-‘Allamah al-Syaikh Muhammad Najib Sirojuddin al-Husaini, seorang
mufassir dan ahli hadis (1274-1373 M), kakeknya sendiri.
Pada usianya yang ke-17 th,
tepatnya tahun 1954, Nuruddin lulus dari madrasah al-Tsanawiyyah
al-Syar’iyyah (Madrasah Aliyyah-pen). Kemudian melanjutkan study-nya di
Mesir, al-Azhar hingga lulus dengan prestasi yang memuaskan (21 th.).
Setelah lulus dari al-Azhar, th. 1958, Nuruddin pulang dan menjadi Guru
Pendidikan Islam di Halab. Pada tahun 1964 M/1384 H (27
th.) Nuruddin dari jurusan Tafsir dan hadis Fakultas Ushuluddin al-Azhar
mendapat gelar Dr.
Sekarang giliran Nuruddin
menularkan ilmunya setelah sekian lama menimba ilmu. setelah mendapat gelar Dr,
beliau mennadi tenaga pengajar di Universitas al-Islamiyyah di Madinah
al-Munawwaroh selama dua tahun, selanjutnya beliau pulang ke negaranya dan
mengajar dalam bidang Tafsir hadis, Ulum al-Qur’an, Ulum al-Hadis dan fiqh di
Universitas fakultas Syari’ah dan Universitas yang lainnya.
Dr. Nuruddin Muhammad ‘Itr
al-Halabiy sebagai ketua jurusan Ilmu al-Qur’an dan al-Sunnah fakultas Syari’ah
di Universitas Damasykus. Beliau juga sebagi guru besar hadis dan ilmu-ilmunya
di berbagai Universitas dan Fakultas. Beliau memiliki karya-karya yang dinilai
monumental oleh perpustakan-perpustakan Islam. Jumlah kitab karya beliau lebih
dari lima puluh. Sebagian karya yang beliau tulis dijadikan rujukan di beberapa
universitas dan Fakultas. Berpuluh-puluh tulisan beliau juga dibuat dalam
majalah-majalah ilmiyah yang berjumlah lebih dari lima belas di berbagai daerah
negara Arab dan Islam. Beliau juga ikut
aktif dalam berbagai muktamar di berbagai negara Arab.
Ringkasannya
74 th. Yang lalu
tepatnya tahun 1355 H/1937 M di Halabàà Pada
usianya yang ke-17 th, tepatnya tahun 1954 lulus MA, melanjutkan ke al-AzharààSetelah
lulus dari al-Azhar, th. 1958 (21 th.), kemudian mengajar di Halab (PI) àà Pada tahun
1964 M/1384 H (27 th.) mendapat gelar Dr. Dari al-Azhar ààmengajar di
Madinah 2 thààpulang
ke-Damasykus dan menjadi Kajur jurusan al-Qur’an dan Al-Sunnah Fakultas
Syari’ah dan menjadi guru besar hadis dan ilmu-ilmunya dan banyak menghasilkan
karya.
II.
Karya-karya
Nuruddin ‘Itr
Al-Imam
al-Turmudzi wa al-Muwazanah baina Jami’ihi wa baina al-Shahibain, Manhaj
al-naqd fi ‘Ulum al-Hadis, Mu’jam al-Mustholah al-hadisiyyah, Dirosah
tathbiqiyyah fi al-hadis al-nabawi, Tashdir mu’jam al-Mushonnafat fi al-Dirosah
al-hadisiyyah, hadyu al-nabi fi sholawat al-Khosshoh, Al-Hajj wa al-‘umroh fi
fiqhi al-Islamiy, muhadhorot fi tafsir al-Qur’an al-karim, dirosat manhajiyyah
fi al-Tafsir wa al-balaghoh al-Qur’an, al-Mu’amalah al-Masrifiyyah wa
al-Ribawiyyah wa ‘ilajuha fi al-Islam, Abghodu al-Halal, Asas al-Da’wah wa
Akhlaq al-Du’ah, al-Hadis al-Mukhtaroh min Jawami’ al-Islam, Tafsir suroh
al-fatihah, madza ‘an al-Mar’ah.
Selain
mengarang kitab, beliau juga aktif dalam mentahqiq kitab, diantaranya : ‘Ulum
al-Hadis karya Imam Ibnu Sholah, al-Mughni fi al-Dhu’afa karya Imam Syams
al-Din al-Zhahabi dsb-lih. Hal. 223-
III.
Pengertian
Hadis dan Sunnah menurut Nuruddin ‘Itr
Hadis secara bahasa lawan dari
qadim, khabar
Hadis secara Istilah sesuatu yang
disandarkan kepada nabi saw. baik ucapan, perbuatan, ketetapan, sifat fisik,
akhlak atau yang dinisbatkan kepada Sahabat atau Tabi’in. --lih. Hal. 26--
Hal ini senada dengan Jumhur
ulama yang juga menyamakan antara hadis dan khabar, namun berbeda dengan ulama
Islam yang tidak memasukan perkataan sahabat (al-Mauquf) dan perkataan tabi’in
(al-Maqtu’)
Sunnah secara bahasa perilaku dan
pola hidup yang mentradisi baik buruk atau baik.
Sunnah secara Istilah, kebanyakan
ahli hadis memaknai segala sesuatu yang disandarkan kepada nabi, sahabat atau
tabi’in, meskipun ada sebagia yang mengkhususkan hanya dari nabi.
Al-Hashil, menurut
Nuruddin ‘Itr antara hadis, sunnah, atsar atau khabar itu bisa dikatakan hadis.
Jadi bisa dikatakan beliau adalah orang yang pro alias membela hadis.
IV.
Nuruddin ‘Itr
vs Orientalis
Orientalis, Goldzier misalnya,
meragukan otentisitas hadis karena jeda yang terlalu antara penulisan hadis dan
munculnya hadis. Kodifikasi hadis secara resmi baru dilakukan tahun 99-101 H,
yi masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz khalifah bani Umayah.
Realita sulitnya menuliskan hadis
memang diakui kebanyakan Muslim karena tidak mungkin menuliskan setiap detail
peristiwa yang terjadi, namun perlu diketahui, bahwa
a.
Para sahabat
terlibat aktif dalam berbagai peristiwa bersama nabi jadi secara otomatis
terekam dalam ingatab mereka
b.
Tradisi
menghafal sudah sangat kuat dikalangan orang arab pada waktu itu
c.
Ditemukannya
hadis dalam bentuk catatan, sebagai mana haadis yang diriwayatkan Bukhori dan
riwayat lain-hal. 227-contoh: Shahifah shodiqoh, al-Wath,Shahifah Ali bin
Abi Tholib dan Shahifah Sa’ad bin ‘Ubadah
“Nuruddin
menegaskan bahwa kegiatan penulisan hadis telah berlangsung semenjak zaman
Rosululloh” meskipun ada riwayat yang secara redaksi adanya larangan penulisan
hadis pada zaman nabi.
Pemahaman
terhadap Hadis yang secara literal menyatakan larangan menulis hadis, ada
beberapa pendapat dikalangan ulama:
a. Hadis ini telah dinaskh dengan hadis yang memerintahkan
menuliskannya, hadis Abu Syah yang disampaikan setelah fath al-Makkah
b. Larangan bersifat umum, perintah bersifat khusus untuk sahabat
yang kompeten dalam menulis
c. Larangan bersifat khusus, yakni menulis hadis bersama dengan
al-Qur’an
“Sedangkan Nuruddin ‘Itr sendiri berpendapat bahwa larangan
penulisan itu karena adanya suatu ‘illah,yi takut takut orang” berpaling dari
Al-Qur’an –lih. Hal. 229-nampaknya hampir mirip dengan poin kedua”
V.
Etika
mengkaji hadis dalam pandangan Nuruddin ‘Itr
a. Keikhlasan, dengan niat mencari ridho Alloh
b. Sikap tekun dalam mencari dan menjaga hadis
c. Pentingnya memelihara kecakapan dan kesopanan dalam mengajarkan
dan mempelajari hadis
“Hal ini dilantarbelakangi keprihatinan Nuruddin atas beredarnya
hadis palsu, kesalahan pemahaman terhadap hadis, pemakaian hadis-hadis tertentu
tidak pada tempatnya dan adanya persaingan yang tidah sehat dari perawi hadis.”
VI.
Pembukuan
dan pengaruhnya terhadap keshahihan atau otentisitas hadis, hal ini beliau
susun untuk menyanggah pendapat orientalis yang meragukan keaslian hadis serta
mempermudah pengelompokan hadis yang selama ini beliau rasa sulit untuk
menentukan keshahihan/keaslian hadis
1.
Fase awal,
Masa Nabi , telah tersebar kitab-kitab sejarah mengenai perawi hadis secara
komprehensif
2.
Fase kedua
(120-130), penulisan hadis secara al-Tabwib, ditandai ditemukannya kitab
al-Mushannafat dan jawami’
3.
Para ulama
merumuskan syarat yang mengharuskan penukilan hadis sesuai orang yang hdup
dizamannya dengan penuh amanah dan pemahaman agar suatu hadis itu bisa
diterima-shidik dan Tsiqoh-
4.
Para ulama
juga mensyaratkan periwayatan yang ditulis harus memenuhi syarat hadis shahih,
yakni bersambungnya sanad dari perawi awal sampai yang terakhir, yi Muallif
kitab
5.
Para ulama
mengahruskan kepada orang yang akan meneliti sanad mengembara ke berbagai
daerah untuk mencari informasi perawi-perawi hadis.
6.
Orang muslim
selalu cermat terhadap ahli bid’ah, golongan politik dan segera memerangi
mereka.
7.
Para Ulama
membahas segala aspek yang berkaitan dengan perawi”, sanad” dan matan”. Hal ini
menunjukan kedalaman pengkajian mereka terhadap hadis sehingga tentang keotentisitas
bukanlah bualan orang muslim
8.
Selanjutnya
para ulama menyusun karya-karya untuk setiap macam dari ilmu hadis,seperti
kitab hadis dipisahkan dari kitab asanid atau Al-Rijal.
Dengan
melihat ke-8 pan fase ini hendaknya kita tdiak akan meragukan lagi keaslian
sebuah hadsi, sebagaimana yang telah disangka oleh para orientalis.
VII.
Keistimewaan
Kitab Manhaj al-Naqd fi ‘Ulim al-Hadis, menurut M.M. Abu Syuhbah:
1. Pengklasifikasian dan perinciannya bagus
2. Memberikan contoh-contoh
yang lengkap sehingga memudahkan pengkajinya
3. Mentakhrij hadis dengan cermat dan benar, memperhatikan metode
kritik ahli hadis, dan menjelaskan hadis yang rajih sehingga Nuruddin bukan
sekedar orang yang menukil
4. Memberikan keterangan yang lengkap terhadap nama-nama para perawi
yang dimuat di dalamnya
5. Dalamnya pengkajian pengarang terhadap kitab-kitab yang dijadikan
rujukan
6. Kecermatan memilah-milah pendapat yang banyak mengandung
perselisihan dan mentarjihnyas srta menjelaskan bahwa perbedaan yang ada
ditengah ulama hanyalah sebatas sudur padang dan ungkapan” yang digunakan
7. Menolak pengkaji masalah ini-hadis- yang tidak sepakat dalam masalh kebenaran,dengan bahasa yang
halus. beliau mencoba mencarinya dengan
menggunakan metode yang digunakan Imam bukhari, Ahmad dll. -lihat hal. 406 dan 427.-
8. Ketegasan Nuruddin ‘Itr menolak pendapat2 orientalis yang
berargument tanpa landasan ilmu yang kuat.-lih. Hal.
390,410-
9. Menjelaskan bahwa metode kritik para ahli hadis itu sama yakni
sanad dan matan.
--lihat hal. 432, 457
10. menampakan ketelitian penerapan
muslim terhadap metode kritik ini.
0 komentar:
Posting Komentar