Jumat, 16 Agustus 2013

Nuruddin Itr dan Kajiannya terhadap Hadis



Nuruddin ‘Itr dan Kajiannya tentang Hadis

“kajian atas kitab Manhaj al-Naqdi fi ‘Ulum al-Hadis”

Dalam kata pengantarnya belaiu mengatakan--hal. 13-14—beliau menyajikan dengan metode baru  yakni menyajikan  ilmu mustholah hadis dari perspektif kritik yang mendalam dan menyanggah pendapat orang2 yang menentang Kritik2/penelitian2 ahli hadis dan menghilangkan keraguan dan ketidak jelasan yang pernah ada di sebagian penulis ilmu ini. Belia juga menegaskan pentingnya menghubungkan dengan ilmu sejarah.-lihat hal. 14 paragraf 2-

       I.            Biografi Nuruddin ‘Itr
74 th. Yang lalu, tepatnya tahun 1355 H/1937 M di Halab, Syiria lahirlah calon cendekiawan Muslim, Nuruddin ‘Itr. Beliau tumbuh besar dalam keluarga yang religius dan sadar akan pentingnya pendidikan. Tak heran semenjak usia dini Nuruddin selalu diajak orang tuanya menghadiri kajian-kajian keilmuan dan belajar kepada ulama termasyhur pada saat itu. Salah satu gurunya adalah al-Jalil al-‘Allamah al-Syaikh Muhammad Najib Sirojuddin al-Husaini, seorang mufassir dan ahli hadis (1274-1373 M), kakeknya sendiri.
Pada usianya yang ke-17 th, tepatnya tahun 1954, Nuruddin lulus dari madrasah al-Tsanawiyyah al-Syar’iyyah (Madrasah Aliyyah-pen). Kemudian melanjutkan study-nya di Mesir, al-Azhar hingga lulus dengan prestasi yang memuaskan (21 th.). Setelah lulus dari al-Azhar, th. 1958, Nuruddin pulang dan menjadi Guru Pendidikan Islam di Halab.  Pada tahun 1964 M/1384 H (27 th.) Nuruddin dari jurusan Tafsir dan hadis Fakultas Ushuluddin al-Azhar mendapat gelar Dr.
Sekarang giliran Nuruddin menularkan ilmunya setelah sekian lama menimba ilmu. setelah mendapat gelar Dr, beliau mennadi tenaga pengajar di Universitas al-Islamiyyah di Madinah al-Munawwaroh selama dua tahun, selanjutnya beliau pulang ke negaranya dan mengajar dalam bidang Tafsir hadis, Ulum al-Qur’an, Ulum al-Hadis dan fiqh di Universitas fakultas Syari’ah dan Universitas yang lainnya.
Dr. Nuruddin Muhammad ‘Itr al-Halabiy sebagai ketua jurusan Ilmu al-Qur’an dan al-Sunnah fakultas Syari’ah di Universitas Damasykus. Beliau juga sebagi guru besar hadis dan ilmu-ilmunya di berbagai Universitas dan Fakultas. Beliau memiliki karya-karya yang dinilai monumental oleh perpustakan-perpustakan Islam. Jumlah kitab karya beliau lebih dari lima puluh. Sebagian karya yang beliau tulis dijadikan rujukan di beberapa universitas dan Fakultas. Berpuluh-puluh tulisan beliau juga dibuat dalam majalah-majalah ilmiyah yang berjumlah lebih dari lima belas di berbagai daerah negara Arab dan Islam.  Beliau juga ikut aktif dalam berbagai muktamar di berbagai negara Arab.
Ringkasannya
74 th. Yang lalu tepatnya tahun 1355 H/1937 M di Halabàà Pada usianya yang ke-17 th, tepatnya tahun 1954 lulus MA, melanjutkan ke al-AzharààSetelah lulus dari al-Azhar, th. 1958 (21 th.), kemudian mengajar di Halab (PI) àà Pada tahun 1964 M/1384 H (27 th.) mendapat gelar Dr. Dari al-Azhar ààmengajar di Madinah 2 thààpulang ke-Damasykus dan menjadi Kajur jurusan al-Qur’an dan Al-Sunnah Fakultas Syari’ah dan menjadi guru besar hadis dan ilmu-ilmunya dan banyak menghasilkan karya.

    II.            Karya-karya Nuruddin ‘Itr
Al-Imam al-Turmudzi wa al-Muwazanah baina Jami’ihi wa baina al-Shahibain, Manhaj al-naqd fi ‘Ulum al-Hadis, Mu’jam al-Mustholah al-hadisiyyah, Dirosah tathbiqiyyah fi al-hadis al-nabawi, Tashdir mu’jam al-Mushonnafat fi al-Dirosah al-hadisiyyah, hadyu al-nabi fi sholawat al-Khosshoh, Al-Hajj wa al-‘umroh fi fiqhi al-Islamiy, muhadhorot fi tafsir al-Qur’an al-karim, dirosat manhajiyyah fi al-Tafsir wa al-balaghoh al-Qur’an, al-Mu’amalah al-Masrifiyyah wa al-Ribawiyyah wa ‘ilajuha fi al-Islam, Abghodu al-Halal, Asas al-Da’wah wa Akhlaq al-Du’ah, al-Hadis al-Mukhtaroh min Jawami’ al-Islam, Tafsir suroh al-fatihah, madza ‘an al-Mar’ah.
Selain mengarang kitab, beliau juga aktif dalam mentahqiq kitab, diantaranya : ‘Ulum al-Hadis karya Imam Ibnu Sholah, al-Mughni fi al-Dhu’afa karya Imam Syams al-Din al-Zhahabi dsb-lih. Hal. 223-
 III.            Pengertian Hadis dan Sunnah menurut Nuruddin ‘Itr
Hadis secara bahasa lawan dari qadim, khabar
Hadis secara Istilah sesuatu yang disandarkan kepada nabi saw. baik ucapan, perbuatan, ketetapan, sifat fisik, akhlak atau yang dinisbatkan kepada Sahabat atau Tabi’in. --lih. Hal. 26--
Hal ini senada dengan Jumhur ulama yang juga menyamakan antara hadis dan khabar, namun berbeda dengan ulama Islam yang tidak memasukan perkataan sahabat (al-Mauquf) dan perkataan tabi’in (al-Maqtu’)
Sunnah secara bahasa perilaku dan pola hidup yang mentradisi baik buruk atau baik.
Sunnah secara Istilah, kebanyakan ahli hadis memaknai segala sesuatu yang disandarkan kepada nabi, sahabat atau tabi’in, meskipun ada sebagia yang mengkhususkan hanya dari nabi.
Al-Hashil, menurut Nuruddin ‘Itr antara hadis, sunnah, atsar atau khabar itu bisa dikatakan hadis. Jadi bisa dikatakan beliau adalah orang yang pro alias membela hadis.
  IV.            Nuruddin ‘Itr vs Orientalis
Orientalis, Goldzier misalnya, meragukan otentisitas hadis karena jeda yang terlalu antara penulisan hadis dan munculnya hadis. Kodifikasi hadis secara resmi baru dilakukan tahun 99-101 H, yi masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz khalifah bani Umayah.
Realita sulitnya menuliskan hadis memang diakui kebanyakan Muslim karena tidak mungkin menuliskan setiap detail peristiwa yang terjadi, namun perlu diketahui, bahwa
a.       Para sahabat terlibat aktif dalam berbagai peristiwa bersama nabi jadi secara otomatis terekam dalam ingatab mereka
b.      Tradisi menghafal sudah sangat kuat dikalangan orang arab pada waktu itu
c.       Ditemukannya hadis dalam bentuk catatan, sebagai mana haadis yang diriwayatkan Bukhori dan riwayat lain-hal. 227-contoh: Shahifah shodiqoh, al-Wath,Shahifah Ali bin Abi Tholib dan Shahifah Sa’ad bin ‘Ubadah
Nuruddin menegaskan bahwa kegiatan penulisan hadis telah berlangsung semenjak zaman Rosululloh” meskipun ada riwayat yang secara redaksi adanya larangan penulisan hadis pada zaman nabi.
Pemahaman terhadap Hadis yang secara literal menyatakan larangan menulis hadis, ada beberapa pendapat dikalangan ulama:
a.       Hadis ini telah dinaskh dengan hadis yang memerintahkan menuliskannya, hadis Abu Syah yang disampaikan setelah fath al-Makkah
b.      Larangan bersifat umum, perintah bersifat khusus untuk sahabat yang kompeten dalam menulis
c.       Larangan bersifat khusus, yakni menulis hadis bersama dengan al-Qur’an

“Sedangkan Nuruddin ‘Itr sendiri berpendapat bahwa larangan penulisan itu karena adanya suatu ‘illah,yi takut takut orang” berpaling dari Al-Qur’an –lih. Hal. 229-nampaknya hampir mirip dengan poin kedua”

     V.            Etika mengkaji hadis dalam pandangan Nuruddin ‘Itr
a.       Keikhlasan, dengan niat mencari ridho Alloh
b.      Sikap tekun dalam mencari dan menjaga hadis
c.       Pentingnya memelihara kecakapan dan kesopanan dalam mengajarkan dan mempelajari hadis
“Hal ini dilantarbelakangi keprihatinan Nuruddin atas beredarnya hadis palsu, kesalahan pemahaman terhadap hadis, pemakaian hadis-hadis tertentu tidak pada tempatnya dan adanya persaingan yang tidah sehat dari perawi hadis.”

  VI.            Pembukuan dan pengaruhnya terhadap keshahihan atau otentisitas hadis, hal ini beliau susun untuk menyanggah pendapat orientalis yang meragukan keaslian hadis serta mempermudah pengelompokan hadis yang selama ini beliau rasa sulit untuk menentukan keshahihan/keaslian hadis
1.      Fase awal, Masa Nabi , telah tersebar kitab-kitab sejarah mengenai perawi hadis secara komprehensif
2.      Fase kedua (120-130), penulisan hadis secara al-Tabwib, ditandai ditemukannya kitab al-Mushannafat dan jawami’
3.      Para ulama merumuskan syarat yang mengharuskan penukilan hadis sesuai orang yang hdup dizamannya dengan penuh amanah dan pemahaman agar suatu hadis itu bisa diterima-shidik dan Tsiqoh-
4.      Para ulama juga mensyaratkan periwayatan yang ditulis harus memenuhi syarat hadis shahih, yakni bersambungnya sanad dari perawi awal sampai yang terakhir, yi Muallif kitab
5.      Para ulama mengahruskan kepada orang yang akan meneliti sanad mengembara ke berbagai daerah untuk mencari informasi perawi-perawi hadis.
6.      Orang muslim selalu cermat terhadap ahli bid’ah, golongan politik dan segera memerangi mereka.
7.      Para Ulama membahas segala aspek yang berkaitan dengan perawi”, sanad” dan matan”. Hal ini menunjukan kedalaman pengkajian mereka terhadap hadis sehingga tentang keotentisitas bukanlah bualan orang muslim
8.      Selanjutnya para ulama menyusun karya-karya untuk setiap macam dari ilmu hadis,seperti kitab hadis dipisahkan dari kitab asanid atau Al-Rijal.
Dengan melihat ke-8 pan fase ini hendaknya kita tdiak akan meragukan lagi keaslian sebuah hadsi, sebagaimana yang telah disangka oleh para orientalis.
VII.            Keistimewaan Kitab Manhaj al-Naqd fi ‘Ulim al-Hadis, menurut M.M. Abu Syuhbah:

1.      Pengklasifikasian dan perinciannya bagus
2.      Memberikan contoh-contoh  yang lengkap sehingga memudahkan pengkajinya
3.      Mentakhrij hadis dengan cermat dan benar, memperhatikan metode kritik ahli hadis, dan menjelaskan hadis yang rajih sehingga Nuruddin bukan sekedar orang yang menukil
4.      Memberikan keterangan yang lengkap terhadap nama-nama para perawi yang dimuat di dalamnya
5.      Dalamnya pengkajian pengarang terhadap kitab-kitab yang dijadikan rujukan
6.      Kecermatan memilah-milah pendapat yang banyak mengandung perselisihan dan mentarjihnyas srta menjelaskan bahwa perbedaan yang ada ditengah ulama hanyalah sebatas sudur padang dan ungkapan” yang digunakan
7.      Menolak pengkaji masalah ini-hadis- yang tidak sepakat  dalam masalh kebenaran,dengan bahasa yang halus.  beliau mencoba mencarinya dengan menggunakan metode yang digunakan Imam bukhari, Ahmad dll. -lihat hal. 406 dan 427.-
8.      Ketegasan Nuruddin ‘Itr menolak pendapat2 orientalis yang berargument tanpa landasan ilmu yang kuat.-lih. Hal. 390,410-
9.      Menjelaskan bahwa metode kritik para ahli hadis itu sama yakni sanad dan matan.
--lihat hal. 432, 457
10.  menampakan ketelitian penerapan muslim terhadap metode kritik ini.


0 komentar:

Posting Komentar

Social Icons