A.
PEDAHULUAN
Hegemoni pemikiran orientalis dalam dunia Islam sudah
sangat kuat, dimana mereka sekehendak hati mengutak-atik dan memutarbalikkan
fakta sehingga dengan sendirinya mampu menimbulkan keraguan dalam diri kaum
Muslimin akan ajaran agamanya. Keadaan ini sangat mengkhawatirkan. Apalagi
setelah diketahui bahwa para cendekiawan muslim pun, yang seharusnya mampu
menahan dan mengamankan keadaan ini, ternyata malah terpesona dan terpengaruh
pemikiran mereka. Generasi intelektual muslim pun mengalami apa yang dinamakan
kejumudan serta kekerdilan berpikir. Mereka kemudian menilai Islam dari luar,
bukan dari kacamatanya sendiri sebagai orang dalam, orang Islam.
Kemudian di tengah-tengah masa yang suram
tersebut, muncullah para pemikir Islam modern, seperti M. Abduh dan Rasyid
Ridha yang mendobrak semua itu. Mereka menawarkan pembaharuan, tajdid dan
rekonstruksi, dimana mereka menjadikan sikap kritis sebagai dasar dari semua
itu. Banyak pemikir setelahnya yang terinspirasi oleh pemikiran mereka ini, termasuk
salah satunya M. Hussein Haekal, pengacara dan penulis berbagai karya
monumental, sekaligus pemikir terkemuka dari Mesir.
Pada makalah ini kita akan membahas
tentang karya Hussen Haikal yang berjudul Hayat Muhammad ;
Dari Perkawinan Sampai Masa Kerasulannya.
B.
Pemikiran Husen Haikal
Dalam pembahasan kali ini, bab yang akan dijelaskan oleh pemakalah
adalah bab ke-4 dari buku Hayat Muhammad
karya Hussen Haikal. Bab ini membahas tentang kehidupan rasul “Dari Perkawinan
Sampai Masa Kerasulannya” bab empat ini mempunyai 14 sub bab yang menjelaskan
secara jelas mengenai kejadian-kejadian yang dialami rasul mulai dari
perkawinan sampai masa kerasulan. Sub bab tersebut antara adalah :
1.
Perawakan
dan sifat-sifat Muhammad
2.
Penduduk
Mekah membangun Ka'bah kembali.
3.
Merombak
dan membangun ka’bah.
4.
Keputusan
Muhammad tentang Hajar Aswad
5.
Jatuhnya
kekuasaan di Mekah dan pengaruhnya.
6.
Pemikir-pemikir
Quraisy dan paganism.
7.
Putera-puteri
Muhammad.
8.
Perkawinan
putra-putrinya.
9.
Menjauhi
dosa ke Gua Hira
10.
Kecenderungan
Muhammad menyendiri.
11.
Mencari
kebenaran.
12.
Mimpi
Hakiki.
13.
Wahyu
pertama.
14.
Khadijah
lambang ketulusan.
Pemakalah kali ini akan meringkas penjelasan Hussen Haikal tentang
kehidupan rasul dari perkawinan sampai
masa kerasulan berdasarkan 14 sub bab tersebut. Pembahasan dengan cara ini akan
memudahkan untuk menganalisa secara kronologis terhadap objek kejadians secara
tahapan.
1.
Perwakan dan sifat-sifat Muhammad.
Perawakan merupakan bentuk fisik yang dapat dilihat dengan mata (eksternal),
sedangkan sifat merupakan bentuk perilaku yang dapat dilihat berdasarkan
penilaian tindakan (internal).
v Perawakan : dalam menjelaskan tentang bentuk fisik nabi Hussen menjelaskan
dengan rinci dan rasional bagaimana bentuk nabi. Dengan perawakan sebagai mana
yang digambarkan Hussen Haikal nabi
merupakan manusia yang normal secara fisik sebagaimana manusia lain, walaupun
nabi tidak berbeda dengan yang bukan nabi dari dhahirnya, akan tetapi nabi
merupakan pribadi yang menjadi yang menjadi primadona baik dari perawakan
maupun perangainya. Pemakalah hanya ingin menggambarkan bahwa orang yang
pertama kali melihat nabi pun akan tahu, bahwa
orang bijaksanaan nabi terlihat
dari bentuk fisik nabi.
“Paras
mukanya manis dan indah, Perawakannya sedang, tidak terlampau tinggi, juga
tidak pendek, dengan bentuk kepala yang besar, berambut hitam sekali antara
keriting dan lurus. Dahinya lebar dan rata di atas sepasang alis yang lengkung
lebat dan bertaut, sepasang matanya lebar dan hitam, di tepi-tepi putih matanya
agak ke merah-merahan, tampak lebih menarik dan kuat: pandangan matanya tajam,
dengan bulu-mata yang hitam-pekat. Hidungnya halus dan merata dengan barisan
gigi yang bercelah-celah. Cambangnya lebar sekali, berleher panjang dan indah.
Dadanya lebar dengan kedua bahu yang bidang. Warna kulitnya terang dan jernih
dengan kedua telapak tangan dan kakinya yang tebal. Bila berjalan badannya agak
condong kedepan, melangkah cepat-cepat dan pasti. Air mukanya membayangkan
renungan dan penuh pikiran, pandangan matanya menunjukkan kewibawaan, membuat
orang patuh kepadanya.”
v Sifat –sifat rasul : - Sangat rendah hati - Bila ada yang mengajaknya bicara ia
mendengarkan dengan seksama- Bicaranya sedikit sekali, lebih banyak ia
mendengarkan. - Bila bicara selalu bersungguh-sungguh.- apa yang dikatakannya
tidak pernah dusta.- Murah senyum.- Bukan seorang yang pemarah. - Lapang dada -
Berkemauan baik dan menghargai orang lain. - Bijaksana, murah hati dan mudah
bergaul. Orang yang memiliki tujuan hidup mempunyai, tujuan yang pasti,
berkemauan keras, tegas dan tak pernah ragu-ragu dalam tujuannya.
2.
Penduduk Mekah membangun Ka'bah kembali, merombak dan membangun
ka’bah (renovasi).
Ini merupakan gabuangan antara sub bab 2 dan 3. Dalam menjelaskan
tentang renovasi ka’bah hussen haikal menerangkan bahwa masyarakat Arab pada
awalnya takut akan terkena bencana jika sampai mengubah ka’bah, hal ini disebabkan
mitos yang telah lama berkembang di Arab. Selain ka’bah sebagai bangunan yang
disucikan dan diyakini sebagai rumah para dewa. Oaring yang memberanikan untuk
mengawali perbaikan ka’bah adalah Walid bin Mughirah yang kemudian meminta
bantuan dengan ahli bangunan berkebangsaan romawi yang bernama baqum.[1]
Ka’bah merupakan bangunan yang diagungkan oleh seluruh orang mekah pada waktu
itu terutama suku-suku yang bermukim disekitarnya, sehingga bangunan ini
memperoleh perhatian dari seluruh suku – suku arab dalam proses renovasi
tersebut. Nabi sebagai anggota dari suku yang ada di mekah turut serta dalam
proses renovasi ini sedangkan usia beliau menginjak 10 tahun setelah pernikahan
yaitu 35 tahun.
3.
Keputusan Muhammad Tentang Hajar Aswad.
Ketika renovasi telah mencapai pada bagian akhir sampailah pada
pengembalian bagian terpenting dari bangunan ka’bah, Hajar Aswad merupakan
bagian termulia dari ka’bah yang ketika itu jatuh akibat banjir yang melanda
mekah. Merupakan kehormatan untuk dapat memasangnya kembali pada tempat
sediakala. Perselisihan siapakah yang pantas mendapatkan kehormatan ini
sebagian suku-suku berebut untuk mendapatkan tugas ini sampai rela menumpahkan
darah demi kehormatan ini. Akhirnya terdiamlah pertengkaran antar suku ini
ketika orang yang tertua diantara mereka memberi keputusan bahwa hak untuk ini
diserahkan kepada orang yang pertama kali masuk pintu safa yang tidak lain
adalah Muhammad. Mereka mempercayakan kepada Muhammad dengan seruan Al-Amin.
Sampai nabi memutuskan untuk
menyatukan dengan cara yang bijak sana.
Ketika penduduk arab tahu bahwa rang yang memasuki pintu safa
adalah Muhammad mereka menyerukan kata Al-amin. Hai ini menunjukan bahwa nabi
bersosiali secara baik dengan masyarakat pada waktu itu sehingga masyarakat
mempercayainya bahwa Muhammad bias membrikan soslusi.
4.
Jatuhnya kekuasaan di Mekah dan pengaruhnya.
Dari pemaparan
Hussen Haikal tentang model kepemimpinan diarab (dipegang oleh seorang pemuka
tokoh), kita dapat mengetahui bahwa ketika masa ayahnya, dan kakeknya
kepemimpinan masih memegang kuat dan memiliki pengearuh yang sangat besar dalam
setiap pemutusan permasalahan dikalangan mereka. Meninggalnya Qusai, hasyim, dan
Abdul-Muthalib nampaknya mengakhiri model kepemimpinan ini, sehingga munculah
dominasi pemimpin dari setiap suku, yang hal ini tidak terjadi dimasa
Abdul-Muthalib karena dia menjadi pemimpin yang dapat diterima setiap suku yang
ada di Mekkah. Adanya La’aqat
ad-dam dan menyerahkan keputusan kepada orang yang pertama kali masuk
melalui pintu Safa merupakan bukti akan tidak adany pemimpin yang yang
mempunyai pengaruh yang dapat diterima setiap suku arab sebagaiman pada masanya
hasyim, Abdul-Muthalib, dan Qusai.
5.
Pemikir-pemikir Quraisy dan
paganism.
Kehidupan arab yang kental dengan penyembahan terhadap berhala
selama berabad yang lalu memang sudah menjadi bagian dari kehidupan mereka.
Kebiasaan ini telah mereka warisi dari nenek moyang mereka, warisan yang
diterima begitu saja tanpa menilai aspek negative dan positifnya. Berbeda
dengan masa sebelum Muhammad, dimasa ini
ada beberapa orang yang berfikir kritis tentang tradisi penyembahan berhala
itu, kebingungan mengapa harus menyembah berhala yang hanya diam saja tdk dapat
berbuat apa-apa, yang tidak dapat membahayakan maupun mencelakai dan lain-lain.
Mereka adalah :
a.
Waraqoh
Bin Naufal : kemudian ia masuk agama nasrani,
dan konon ia orang pertama yang menyalin injil dalam bahasa arab.
b.
Ubaidullah
Bin Jahsy : sempat memeluk Islam dan ikut hijrah
ke Habasyah, disana pindah agama nasrani sampai mati.
c.
Zaid
Bin Amr : tidak memeluk agama apapun pada
akhrnya, ia menjadi pelancong. Ia dulu pernah berkata dalm kegelisahan sambil
bersandar di ka’bah “ Ya Allah, andai aku tahu dengan cara bagaimana yang
engkau sukai akan menyembahmu tentu akan aku lakukan. Tetapi aku tidak tahu.
d.
Usman
Bin al-huwairis : pergi ke
romawi dan memeluk agama nasrani.
6.
Putra-putri Muhammad.
Dari
perkawinanya dengan khadijah ia memiliki anak-anak yang mereka sayangi, dua
putra dan empat putri. Kedua putra
beliau bernama al-Qasim dan Abdullah yang mempunyai julukan al-Tahhir dan
al-Tayyib. Mereka meninggal diwaktu masih kecil dimasa jahiliyyah. Sedangkan
keempat putri beliau adalah Zainab, Ruqayyah, Um Kulsum, dan Fatimah.[2]
7.
Perkawinan putri-putrinya.
a.
Zainab menikah dengan Abu al-As bin al-rabi’ bin abdusy Syams.
b.
Ruqayyah
dan Um kulsum menilkah
dengan Uthbah dan Utaibah. Yang keduanya ini kelak menjadi istri dari Utsman.
c.
Fatimah
menikah dengan Ali setelah masa Islam.
8.
Menjauhi dosa ke Gua Hira.
Sudah menjadi kebiasaan orang-orang Arab masa itu bahwa golongan
berpikir mereka selama beberapa waktu tiap tahun menjauhkan diri dari keramaian
orang, berkhalwat dan mendekatkan diri kepada tuhan-tuhan mereka dengan bertapa
dan berdoa, mengharapkan diberi rejeki dan pengetahuan. Pengasingan untuk
beribadat semacam ini mereka namakan tahannuf dan tahannuth.[3]
9.
Kecendrungan Muhammad menyendiri.
Nabi Muhammad menghabiskan waktunya dengan menyendiri untuk
berfikir dan mengamati apa yang terjadi disekitarnya, yang tujuan intinya
adalah mencari hakikat kebenaran. Sampai ia seakan lupa akan urusan dunia.
10.
Mencari Kebenaran
Penyendirian nabi untuk berfikir hingga mengasingkan diri ke goa
hira’ adalah dalam satu tujuan utama yaitu mencari suatu kebenaran. Kebenaran
yang sangat luas yang dia fikir muangkin alam bias memberikan jawaban atas
pertanyaan yang ia gelisahkan tersebut.
11.
Mimpi Hakiki.
Dalam masa yang panjang setiap kali bulan ramadhan, Muhammad selalu
pergi menyendiri ke Hira’ untuk mencari jawaban atas kegelisahanya. Allah
memberikan jawaban dengan cara memberi mimpi yang hakiki, mimpi inilah yang menjadi
penguat iman nabi dan jawaban atas kegelisahan nabi. Walaupun masa kerasulan
belum dimulai tapi mimpi inilah yang seakan menjadi jalan konikasi antara
pertanyaan rasul dan jawaban ilahi. Mimpi hakiki bukanlah wahyu yang menjadi
tanda atas kerasulan Muhammad.
Dalam usia yang mulai matang yaitu sekitar empat puluh tahun, tuhan
mendidik ia melalui mimpi hakiki yang ia dapatkan. Nampaknya mimpi ini
merupakan proses adaptasi yang dikaruniahkan tuhan sebelum Nabi benar-benar
mendapatkan wahyu yang sesungguhnya.
Terjadi perbedaan antara ulama’ mengenai syari’at apa yang
digunakan Nabi selama mendekatkan diri pada tuhan. Ada yang mengatakan
menggunakan syari’at Nuh, isa, Musa,Ibrahim dan ada yang dapat dipastikan bahwa
dia menggunakan syari’at tertentu dan mengamalkanya.
12.
Wahyu pertama (tahun 610 M.)
Runtutan cerita tentang proses turunya wahyu pertama ini berasal
dari sumber buku-buku sejarah. Sebagaiman yang dilakukan Ibnu Ishaq, cerita ini
pada umumnya sama dengan para penulis buku sejarah kehidupan Muhammad lainnya.
Ada sedikit perbedaan mengenai keadaan Nabi ketika menerima wahyu, apakah dalam
keadaan jaga atau tidur ?... hal ini sebenarnya memberikan pengaruh yang sangat
besar, yang berpendapat dalam keadaan tidur maka ia memberikan gambaran seakan
merupakan mimpi yang sangat luarbiasa, sedangkan mereka yang berpendapat
terjaga maka berarti Nabi menerima wahyu dan melihat jibril secara dhahir.
Sedangkan Hussen Haikal sendiri mengutip pendapat dari sumber yang dibawa oleh
al-Hafidz Abu Nu’aim al-Asbahani dalam bukunya Dala’il an-Nubuwah dari
al-Qamah bin al-Qais, bahwa “ yang mula-mula didatangkan pada para nabi itu,
mereka dalam keadaan tidur supaya hati mereka tentram. Sesudah itu kemudian
wahyu turun . dan ditambahkan : “ ini yang dikatakan al-Qamah bin Qais sendiri,
suatu keterangan yang baik, diperkuat oleh yang dating sebelum dan sesudahnya”
Nampak sekali bahwa kecendrungan haikal untuk memilih peristiwa
yang dirasa dapat diterima oleh manusia pada umumnya yaitu bahwa Muhammad
menerima wahyu dalam keadaan tidur (melalui mimpi). Begitu pula dengan
sanggahan Haikal terhadap pendapat yang mengatakan nabi ber-Mi’raj secara
dzahir. Ia berpendapat bahwa nabi hanya bermi’raj dengan ruh sebagai mana
seorang yang terhipnotis, mereka dapat melakukan perjalanan kemana pun dalam
dunia bawah sadar mereka. Inilah yang dianggap lebih rasional dan memungkinkan
diterima bagi Muhammad yang juga terbatas oleh jasad sebagaimana manusia pada
umumnya.
13.
Khadijah lambang ketulusan.
Khadijah adalah istri yang paling dicintai oleh rasul, karena
khadijah yang menemani awal perjuangan rasul, mengorbankan seluruh hartanya
dijalan perjuangan dan da’wah kerasulan Muhammad, melahirkan anak-anak yang
menjadi curahan kasih sayang buah hati mereka. Khadijahlah yang menjadi tempat
pertama yang mengerti keadaan Nabi,menenangkan dalam kegelisahan yang Nabi
alami dan menjadi penentram jiwa nabi.
C.
KESIMPULAN
Dalam menyajikan kisah yang
ada dalam buku Hayatu Muhammad, Haikal menyajikan dengan kisah yang sangat
dapat diterima dengan rasional, seperti pada sub bab perawakan Muhammad.
Menurut pemakalah rasionalitas Haikal Nampak berlebih dalam memandang peristiwa
Mi’raj rasul dan Wahyu pertama turun.
[1] Dalam buku Sirah Nabawiah karya Shafiyyurrahman
Al-Mubarakfury dikatakan bahwa baqum merupakan nama yang telah diarabkan,
sedangkan nama aslinya menurut bahasa romawi adalah Pachomius.
[2] Dalam satu riwayat Nabi memiliki anak laki-laki yang
lahir dari Maria al-Qibthiyyah yang bernama Ibrahim.
[3] Tahannuf atau tahannafa, mungkin asal katanya seakar
dengan hanif, yang berarti ‘cenderung kepada kebenaran’ ‘meninggalkan berhala
dan beribadat kepada Allah’ (LA) atau sebaliknya dari perbuatan syirik. (Bandingkan
Qur’an, 2: 135; 10: 105). Tahannuth atau tahannatha, beribadat dan menjauhi
dosa; mendekatkan diri kepada Tuhan’ (N). ‘Beribadat dan menjauhi berhala,
seperti tahannatha (LA). Dalam terjemahan selanjutnya kedua kata ini tidak
diterjemahkan (A).
0 komentar:
Posting Komentar