Tidak ada yang sebaik Matahari.
Dikelilingilah bumi dalam perputaran yang tiada akhir, menampilkan fajar, pagi,
siang dan senja. Adakah yang ia lewatkan? Dari perjalanannya yang mempesona
memberikan isyarat yang sempurna. Dengannya manusia pandai berkata-kata, pandai
melihat dan bisa meraba. Tapi sayang, ia kadang ditinggalkan dalam lubuk renung
yang kelam. Bagaimana bisa ia hanya disalahkan ketika mengumbar panas terik di
siang hari, dihina karena sinarnya tak juga meredup. manusia merasa dipanggang
di lapis bumi oleh sinarnya, namun ketika ia akan berpulang, kepulangannya
selalu dinanti-nati. Manusia tersenyum melihatnya pergi, terbenam, tenggelam
dalam dasar laut seraya berkata senja begitu indahnya.
Ketika pagi, ia harus berselisih
dengan embun karena sinarnya bisa saja menghanguskan kesejukan embun pada
ranting dan pucuk-pucuk daun. Berselisih dengan angin, siapa yang lebih dulu layak memberikan
kecupan pada manusia. Tidak ada yang lebih baik dari matahari, karena sinarnya
telah mengisyaratkan sebuah keikhlasan dalam sebuah perjalanan panjang dalam
perputaran yang tiada akhir. Menampilkan keindahan-keindahan tanpa harus
mengeluh meski perjalanan hanya berujung sia-sia.
Matahari, Matahari. Engkau pergi.
Engkau Kembali.
0 komentar:
Posting Komentar