Jumat, 16 Agustus 2013

Akankah Kau Setia?#4



Surabaya, Surabaya  berangkat..
Probolinggo, banyuwangi,…
Sahut suara kondektur meramaikan seisi  terminal Giwangan, ditambah lagi deru mesin bus-bus dari berbagai jalur dan tujuan. Para sopir mulai bersiap-siap di kursi kemudinya, tangannya menggenggam setir bundar dengan gagahnya. Sesekali si sopir melirik ke kaca spion, mengecek para penumpang yang sudah naik ke dalam bus. Sedangkan para kondektur terus berteriak memberi komando kepada para calon penumpang yang berhamburan bahwa sebentar lagi bus akan berangkat. Sesekali menanyakan penumpang yang baru datang akan tujuan sang penumpang itu.
“Ayo rin, cepet….ntar keburu berangkat lhow busnya”. Pria muda dengan berbaju rapi berkata kepada norin.
“Iya bang, bawain nih tasku, berat banget”. Norin memberikan tas ranselnya kepada pria muda tadi.
“Halah, tas ringan segini aja gak kuat, ayo cepet ke sisi terminal sebelah timur, kayaknya busnya dah mw berangkat tuh”. Ucap pria muda itu.
Pria muda itu adalah Hafidz teman sekaligus saudara Norin yang kebetulan  juga melanjutkan di Jogjakarta, tepatnya di Universitas Islam Negri Sunan Kalijaga. Hafidz lah yang memberi informasi tentang beasiswa itu kepada Norin. Kampus mereka sama, hanya beda fakultas, Hafidz mengambil   Jurusan ilmu sosial politik di Fakultas FISHUM sedangakan Norin sendiri  berada di Fakultas   SAINTEK dengan konsentrasi Ilmu pendidikan Fisika. Karena itu, hari liburan mereka pun sama. Mereka sudah merencanakan untuk pulang kampong bersama-sama jauh-jauh hari sebelum masa liburan tiba. Awalnya hafidz yang  mengajak Norin untuk pulang bareng, Norin mau-mau saja  asalkan sudah dapat izin dari orang tuanya. Orang tua Norin ternyata setuju dan mengiyakan ajakan si Hafidz. Orang tua Norin tidak kuatir lagi dengan Norin kalau pulangnya bareng dengan Hafidz. Mereka percaya kepada hafidz karena hafidz bukan orang lainnya Norin, mereka masih bersaudara.
Banyuwangi dek? Tanya Kondektur dengan paras paruh baya kepada Norin dan Hafidz.
Iya pak. Jawab Hafidz
Langsung naik saja dek, busnya sudah mau berangkat. Suruh pak kondektur
Lekas-lekas Norin naik ke dalam Bus. Sedangkan Hafidz terlihat sibuk dengan dua tas yang ditentengnya. Dengan terbirit-birit,  Hafidz menyusul Norin masuk ke dalam Bus. Norin tersenyum melihat tingkah hafidz.
Hehe, berat yah? Norin berbasa-basi sambil tersenyum menggoda kepada hafidz.
Nampaknya kursi duduk bus hampir penuh diisi para  penumpang. Mereka mencari tempat duduk yang masih lowong. Ternyata ada kursi berdua yang belum terisi. Norin dan Hafidz cepat-cepat mengambil posisi takut diduduki oleh penumpang lain.
Alhamdulillah…….seru Norin dengan nafas lepas.
Norin duduk bersampingan dengan Hafidz. Kebetulan mereka dapat tempat duduk di depan samping kiri sang Sopir. Dia tak canggung lagi duduk dengan Hafidz yang berlawanan jenis. Norin tak bersangka buruk kepadanya karena Dia sudah lama mengenal hafidz, disamping itu juga Hafidz masih saudaranya.
 Sang sopir sudah masuk dan bersiap-siap memberangkatkan Bus yang dikemudinya.
Grmnmnmnmnrmnm…….
Deru mesin Bus terdengar sedikit memekakkan telinga. Asap putih mengepul dari knalpot bus menyesakkan dada. Tampak Sopir bus memegang kendali siap mengemudi Bus yang memuat para penumpang . Sisa Puntung rokok terselip di jari kekarnya. Dengan santainya ia mengeluarkan badan Bus dari tempat parkir terminal sambil mengebulkan asap rokok dari mulutnya , seakan tak ada beban yang diembannya. Para penumpang juga tampak duduk tenang di kursi Bus.  Dari raut wajah seakan Mereka  yakin akan selamat sampai tujuan. Mudah-mudahan saja.
Bibir Norin komat-kamit layaknya dukun yang sedang membaca mantra. Sepertinya ia sedang melantunkan do’a. Do’a keselamatan, memohon kepada Yang Maha Pelindung jiwa agar dilindungi dari segala marabahaya.
اللَّهُمَّ إنَّا نَسألُكَ فِي سفَرِنَا هَذَا البِرَّ وَالتَّقْوَى، وَمِنْ العَمَلِ ما تَرْضَى

،
اللَّهُمَّ هَوّن عَلَيْنا سَفَرَنَا هَذَا، وَاطْوِ عَنّا بُعْدَهُ
اللَّهُمَّ أنْتَ الصَّاحِبُ فِي السَّفَرِ وَالخَلِيفَةُ في الأهْلِ
اللَّهُمَّ إني أعُوذُ بِكَ مِنْ وَعْثاءِ السَّفَرِ
وكآبَةِ المَنْظَرِ
وَسُوءِ المُنْقَلَبِ في المَالِ والأهْلِ


Ya Alloh, kami mohon kepada-Mu dalam perjalanan ini kebaikan, ketakwaan dan amal yang Engkau ridloi.
Ya Alloh, mudahkanlah perjalanan ini dan dekatkanlah kejauhannya dari kami.
Ya Alloh, Engkaulah teman dalam perjalanan dan wakil dalam keluarga
Ya Alloh aku berlindung kepada-Mu dari keletihan dalam perjalanan, murung dalam pandangan dan akibat yang buruk dalam harta dan keluarga.
************************************************************************
Langit  nampak cerah dengan panas terik matahari menyinari. Pohon-pohon beringin besar berdiri kokoh dengan akarnya tertancap dalam Bumi. Daunnya yang lebat serasa asri dan tepat untuk dijadikan tempat bernaungnya para santri. Di suasana Siang dengan terik matahari yang menyilaukan mata, pesantren Darul Mafatih tampak sibuk. Kantor pesantren lumayan ramai dikunjungi para tamu. Maklum, hari itu hari jum’at, biasanya para wali santri banyak yang menyambangi anaknya. Hari jum’at bagi para santri adalah hari libur sekaligus hari yang penuh dengan harapan. Harapannya itu biasanya semoga hari ini mereka disambangi oleh  orang tua mereka. Semoga saja.
Para santri hulu halang melewati jalanan pesantren. Ada yang berjalan santai sendirian ada pula yang membentuk gerombolan dengan songkok bertengger di atas kepala, salah satu dari mereka ada yang  memegang Bola Plastik. Nampaknya mereka hendak berangkat ke pantai untuk bermain bola. Pihak pesantren membebaskan para santri untuk bermain atau sekedar berjalan-jalan ke area luar komplek pesantren yang ditentukan. Pantai merupakan tempat favorit para santri untuk menghabiskan hari libur jum’at. Pantainya tak seindah sanur, juga tak seromantis pantai kuta sana tapi itu cukuplah menjadi tempat berlibur dan bermain bagi santri.

 Di lain tempat, di saat para santri bersenang-senang, bermain, berjalan-jalan ke pantai untuk mencari ketenangan, ada beberapa kelompok santri justru duduk bersilah di pesarean(makam) dengan Mushaf Alqur’an di tangannya. Mulut komat-kamit tak jelas terkadang juga mengeluarkan suara lirih terdengar. Merekalah golongan santri yang terdaftar masuk di Lembaga Tahfidzul Qur’an. Lembaga yang menampung para santri yang ingin berkonsentrasi ingin menghafal ayat-ayat tuhan. Bagi mereka, hari jum’at tak jauh beda dengan hari-hari biasanya, setiap harinya  mereka harus menghafalkan al-Qur’an dan menyetornya pada pembimbing di malam harinya. Makanya, meskipun hari jum’at ditetapkan sebagai hari libur pesantren tapi bagi mereka sama saja kecuali bagi mereka yang memang sudah siap betul menyetorkan hafalan.
Aly salah satu santri yang masuk dalam golongan tersebut. Namanya telah terdaftar di dalam Buku daftar anggota lembaga itu  5 bulan yang lalu. Paska kepergian  Norin, juga letihnya melewati masa suram kelabu yang menjatuhkan dirinya saat itu. Seiring waktu, perlahan ia mulai sadar akan apa yang terjadi dengan dirinya dan apa yang harus ia lakukan untuk ke depan menyongsong dunia baru dan meninggalkan dunia masa lalu yang kejam baginya.
 Aly memutuskan untuk melupakan masa lalunya kemudian ingin mencurahkan dirinya dalam menghafal Al-Qur’an. Masuklah ia ke lembaga tahfidz. Sekarang, hari-harinya disibukkan dengan hafalan dan setoran, sengaja ia tak memberikan waktu kepada pikirannya untuk berleha-leha. Tiap  harinya ia tekankan untuk menghafal Al-Qur’an minimal satu lembar. Ia berusaha memberontak pikirannya yang selalu ingin mengingat sosok Norin. Namun, sekuat-kuatnya Aly, terkadang ia pun jatuh di hadapan bayang-bayang norin. Tengah malam menjadi waktu yang membencikan karena ia harus ingat dan ingat, terbayang dan terhantui wajah Norin.
Sering ia tepis bayang Norin yang menari dalam pikirannya. Tapi, usahanya tak membuahkan hasil. Wajah anggun Norin itu datang lagi. entah mengapa, dia pun akhirnya tak kuat seraya meluncurkan kata Tanya
Bagaimana kabarnya norin sekarang ?
Akan tetapi, setelah ia jatuh  dan terbuai dalam pelukan  bayang semu Norin, biasanya  ia akan menangis, dia menangis dalam hati, menyesalkkan dirinya sendiri yang secara tiba-tiba ingat kepada Norin. Setelah ia sadar maka ia pun teringat akan keputusan yang dia ambil dulu.
Dan akhirnya ia pun berkata:
Ya sudahlah, mungkin sekarang dia sedang bersenang-senang dengan pujaan hatinya yang baru. Aku tak pantas mengingatnya lagi.
 ************************************************************************

0 komentar:

Posting Komentar

Social Icons