Tak
terasa tujuh hari Matahari memancarkan sinarnya ke bumi. Dengan rutinnya
memberi kehangatan bagi setiap insani. Pagi-siang berlalu, senja berhias
malam menyusul dengan hitam gelap kelabu. Rutinitas alam yang memang dibentuk
oleh tuhan sebagai pertanda dan penanda. Rangkaian hari berlalu dengan
menyisakan penuh cerita dan kenangan bagi setiap jiwa.
Begitupun
Aku, Aly, seorang pemuda yang kecewa karena cinta. Terkulai lemas karena
janji manis yang membuatku mati rasa. Ternyata, apa yang aku pikirkan dan
yakini selama ini hanya lamunan belaka. Rangkaian angan yang aku susun di pojok
perpustakaan asrama kini telah hancur berantakan dalam otakku. Tujuh hari
berlalu bagiku tak bermakna apa apa. Kekosongan yang aku rasa dan hampa mewarnai
hari-hariku. Selama itu, tak ada seorangpun yang berani mendekat walau sekedar
menawarkan jasa. Kondisiku membuat semua orang bertanya-tanya. Sebenarnya, ada
apa dengan diriku? Tapi, tak seorangpun berani mengajukan pertanyaan itu.
Tujuh
hari berlalu, kondisiku semakin tak menentu. Tanpa ku sadari, seorang teman
telah terusik untuk mempedulikan dirinya akan kondisiku. Kala itu, tengah malam
sunyi sepi, aku duduk di taman asrama dengan tenangnya. Tiba-tiba sosok kecil
menghampiriku. Ternyata dia,
Assalamu’alaikum........ucapnya
Ku
lirik wajahnya yang samar di antara gelapnya malam. Ku pandangi matanya, ia
balas pandanganku dengan tenangnya. Tak ada sebersit raut muka takut yang ku
dapati. Tenang, ia tak kunjung menyusul kata salamnya dengan kata-kata lagi.
Wa’alaikumussalam.
. ku jawab salamnya yang sedari tadi
telah ku dengar.
Gimana
keadaanmu teman? Tetap sehat khan??waras khan? Abdul menyerangku dengan pertanyaan bertubi.
Heh.......aku tersenyum.
Memangnya
aku sakit apa, sekarang kamu lihat aku sakit atau sehat? Ku balilk bertanya.
Sehat
lah....shihah wal ‘afiah. Jawabnya
dengan senyum renyah keluar dari bibirnya.
Ya
udah.. ku jawab dengan nada acuh.
Al.....ku
ini temanmu, jangan kau anggap tak ada. Teman-teman yang lain pun sama, mereka
juga temanmu. Kita peduli padamu, akan kondisimu.
Iya,
aku tahu itu.
Bener,
kamu nganggap ku temanmu?
Iya.
Kalau
begitu, ceritakan padaku. Ceritakan sebenarnya yang terjadi padamu. Karena
dengan itu, aku akan tahu masalahmu. Kalau diam seperti ini suasana akan terasa
kaku. aku dan teman juga tidak akan tahu apa yang bisa mereka bantu.
Aku
tidak butuh bantuan. Tanggapku enteng.
Owh
begitu...........ya. Jadi, kalau kamu mati nanti akan kau urus dirimu seorang
diri. Tanpa bantuan dari orang lain. Terus, kalau nanti ada apa-apa yang
terjadi denganmu, kamu akan diam saja dan tak akan berteriak ingin
dibantu....terus kalau.
Tharrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrr........
Tangan
kananku reflek menghujam pipi kiri abdul. Tamparanku membentuk bekas merah di
pipinya
Cukup!!!!!!!!!!!!!!!teriakku.
Abdul
menunduk sambil tangannya memegang pipi yang aku tampar.
Aku
tak ingin di ganggu. Sekarang kamu masuk sana. Biarkan aku sendiri di sini.
Ya
sudah kawan, mungkin kamu butuh waktu. Aku Cuma mau mengiingatkan saja,
Kalau kamu tidak hidup sendirian.
Abdul
berkata lalu bergegas masuk meninggalkanku di taman sana.
Sungguh,
aku tak berpikir apa yang dirasakan oleh orang se kelilingku. lepas kepergian
Norin yang menyisakan duka lara membuatku buta akan semuanya. Norin, dengan
entengnya mengucapkan kata-kata. Seakan tiada beban, tak berpikir jikalau
kata-katanya menghancurkan asa dalam jiwa. Rasa sayangku selama ini seakan tak
bermakna di matanya.
Di
bawah langit malam ku bentangkan dada di atas rumput taman di depan Asrama. Aku
pandangi bintang yang bertebaran di atas sana. Bulan yang bersinar tak luput
dari pandangan mata. Pikiran melayang, terbang menelusuri waktu yang berlalu
begitu saja. Memori ingatan di kepalaku berusaha menangkap rentetan peristiwa
sore yang menyisakan luka. Tiba-tiba saja, wajah Ummi melesat seperti
bayang-bayang misterius, damainya senyuman mbah Kyai hadir menyusul
bayang-bayang wajah Umi. Aku pun terjaga, segera duduk bersimpuh dengan penuh
keheranan. Pikiranku kembali pulang ke pangkuan jiwa setelah terbang tak tentu
arah. wajah Umi dan senyum pak Kyai membuat diriku terhenyak. Aku pun sadar,
Bayang wajah Ummi mengantarkan ingatanku pada pesan-pesannya. Senyum damai pak
Kyai dalam lamunan mengingatkanku akan petuah-petuah yang selalu beliau sampaikan
di saat pengajian.
Badanku
gemetar seperti orang sakau. Aliran darah mendesir cepat bersamaan dengan detak
jantung yang tak karuan. Badanku bagaikan disiram air. Serasa dingin, menggigil
tapi segar.
Astaghfirullah....
Astaghfirullah....
Astaghfirullah....
Ampuni
dosaku ya allah, aku telah berbuat dosa pada-Mu
Tobatku
pada-Mu Wahai Dzat Maha Pengampun...
Mulutku
terbata-bata mengucapkan lafadz istighfar. Benturan Gigi menghasilkan suara
menggerutu, seperti orang yang kedinginan. Kali ini, Aku tak tahan dengan
serbuan angin malam. Kemudian aku berlari segera menuju kamar dan mengambil
selimut tebal. Tak henti-hentinya bibir ini mengucapkan lafadz Istighfar.
Tak
lama aku sembunyikan tubuhku di balik selimut tebal. Seraya berucap lafadz
taubat,otak berputar memikirkan dosa apa saja yang aku lakukan selama ini.
Kewajiban apa saja yang telah aku tinggalkan. Setelah tubuh ini tak lagi
merasakan dingin yang menghujam, aku berdiri, bergegas melangkahkan kaki menuju
kamar mandi untuk membersihkan badan. Entah sudah berapa hari tubuh ini tak
disentuh segarnya air. Sekarang, aku baru berpikir, pantas saja tak ada
yang berani mendekatiku selama ini, badan bau tak terurus, ditambah lagi dengan
sikapku yang acuh terhadap semua orang.
Setelah
ku yakin badan ini telah suci dari semua kotoran, lalu ku bentangkan sajadah
untuk menghadap kepada-Nya. ku angkat dua tanganku seraya mmengucapkan lafadz
takbiratul ihram
Allahu
Akbar.
Ku
lantunkan ayat demi ayat firman-Nya. hati meringis, menangis meratapi kesalahan
yang telah Aku lakukan. Ku tutup sholatku dengan ucapan salam. Tasbih ku
renggut dan ku putar mengikuti hitungan bacaan yang ku lantunkan.
Dalam
do’a ku panjatkan.
Ya
allah.,.,Ya tuhanku
Hadir
dalam hidupku
Hidup
mati untukmu
Shalawat tuk Rasulmu
Aku
tahu Engkau lau Maha pengampun
Aku
tahu Engkau Maha penyayang
Aku
lah umat Rasul-Mu, Nabi Muhammad Sang Penuntun
Yang
tak lebih dari seonggok daging busuk penuh dengan dosa
Dengan
penuh sesal, aku bertaubat kepada-Mu
Tak
ku sadari betapa banyak dosa yang ku lakukan selama ini
Kian
menumpuk bagaikan Gunung yang menjulang tinggi
Aku
adalah Hamba-Mu yang lemah dan tak berdaya
Hanya
karena Cinta ku abaikan kewajibanku
Hanya
perasaan kecewa bisa membuatku lupa akan seruan-Mu
Mohon
ampunan-Mu ya Allah
Jika
memang cinta ini menyebabkan ku jauh dari-Mu, maka cabutlah nikmat cinta-Mu
yang ada di hatiku padanya
Dan
bila mungkin Cinta ini dapat membuatku semakin dekat dengan-Mu maka kiranya Kau
berkenan menyatukan hatiku dengan Hatinya.
Ya
Allah, jika aku jatuh cinta, cintakanlah aku pada seseorang yang melabuhkan
cintanya pada-Mu, agar bertambah kekuatan ku untuk mencintai-Mu.
Ya
Muhaimin, jika aku jatuh cinta, jagalah cintaku padanya agar tidak melebihi
cintaku pada-Mu
Ya
Rabbana, jika aku jatuh hati, jagalah hatiku padanya agar tidak berpaling pada
hati-Mu. Ya Allah, jika aku rindu, jagalah rinduku padanya agar tidak lalai aku
merindukan syurga-Mu.
Ya
Allah Engkau mengetahui bahwa hati-hati ini telah berhimpun dalam cinta pada-Mu,
telah berjumpa pada taat pada-Mu, telah bersatu dalam dakwah pada-MU, telah
berpadu dalam membela syariat-Mu. Kokohkanlah ya Allah ikatannya. Kekalkanlah
cintanya. Tunjukilah jalan-jalannya. Penuhilah hati-hati ini dengan nur-Mu yang
tiada pernah pudar. Lapangkanlah dada-dada kami dengan limpahan keimanan
kepada-Mu dan keindahan bertawakal di jalan-Mu.
Malam
kian larut. lantunan do'aku perlahan terhenti. Ku dengar kepakan sayap
kelelawar menggema di sekitar asrama, terbawa tiupan angin segar. Ocehan
kodok sawah lambat laun kian tak terdengar di telinga. Suara mereka yang sedari
tadi memenuhi gendang telinga. Mungkin mereka sudah mulai mengantuk setelah
semalaman bersuara ria. Aku rasa, mataku tak dapat dikompromi lagi. Tak lagi
sekuat kemarin yang tangguh walau angin selalu menggodaku untuk segera
melelapkan diri. Akhirnya, ku robohkan tubuhku di atas sajadah. Tak lupa, do’a
ku panjatkan agar Allah senantiasa melindungiku di kala sadar maupun terlelap.
Malam pun ku rasakan begitu tenang. Sedikit demi sedikit, pikiranku melayang,
mulai merangkai mimpi di alam tak sadar.
Paginya,
setelah shalat berjama’ah, aku mengikuti pengajian rutin yang diasuh langsung
pak Kyai. Perasaan sudah lama ku tak mendengarkan nasihat-nasihat pak Kyai. Aku
lihat para santri mulai mengambil posisi masing-masing. Sang muadzin
melantunkan qosidah burdah yang dikarang syaikh al-Busyiri. Sebelum pak Kyai
rawuh. Lantunan lagunya menghenyakkan jiwa, apalagi ketika aku mendengar
baris bait
Maka
kendalikanlah hawa nafsumu dan jangan diberikan kesempatan kepadanya untuk
menguasai engkau,
Karena jika ia berkuasa, sudah pasti
ia akan membutakan dan menulikanmu.
Tubuhku
bergetar tatkala sang Muadzin melantunkan baris bait syair tersebut. Hatiku
menangis dan menjerit. Betapa lemahnya diriku, pikirku. Aku berpikir, mengapa
kesedihanku ini berlarut dan kian mencampakkan jiwaku. Apa pantas kecewa karena
cinta lalu menyebabkan aku lupa akan tuhanku.
Owhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh
tidak!!!!!!!!!
Al.,.,aly,
sadar sadar. Ada apa denganmu?? Pak Kyai dah rawuh. Abdul yang duduk di
sebelahku menyadarkan aku dari ketidak sadaranku.
Astaghfirullah.,.,.,maaf
dul.
Ambil
wudlu’ gih……..
Pengajian
pagi pun usai. Aku bergegas ke asrama. Dalam perjalananku balik ke asrama, ku
terbayang akan dosa-dosa yang selama ini ku lakukan. Tak hentinya mulut ini
mengucapkan lafadz istighfar. Dalam hatiku ku berucap..
Tidak
boleh, aku tidak boleh larut dengan kesedihan ini. Kepergian Norin bukanlah
akhir dari segalanya. Aku harus tegar,.,.
Ya,
Aku harus tetap tegar.
Mulai
saat itulah, aku mulai sadar. Lantunan baris sya’ir burdah itu sangat
menyentuh, sya’ir itu seakan memberikan kekuatan pada diriku. Membangunkan ku
dari dunia gelap paska kekecewaanku.
Pelan,.,.aku
berucap seraya melangkan kaki,
Norin,
kini kau pergi…..
dari
hidupku
tapi
itu tak lantas membuatku hancur.
Kau
pun akan melihat, sekarang aku bisa tegar walau tanpa dirimu.
Aku
masih punya TuhanKu
Yang
selalu menyayangi dan mengasihi ku setiap waktu.
jogjakarta, 18 Januari 2011
0 komentar:
Posting Komentar