Jumat, 16 Agustus 2013

Akankah Kau Setia?#2



Tak terasa tujuh hari Matahari memancarkan sinarnya ke bumi. Dengan rutinnya memberi kehangatan bagi setiap insani. Pagi-siang berlalu, senja berhias  malam menyusul dengan hitam gelap kelabu. Rutinitas alam yang memang dibentuk oleh tuhan sebagai pertanda dan penanda. Rangkaian hari berlalu dengan menyisakan penuh cerita dan kenangan bagi setiap jiwa.
Begitupun Aku,  Aly, seorang pemuda yang kecewa karena cinta. Terkulai lemas karena janji manis yang membuatku mati rasa. Ternyata, apa yang aku  pikirkan dan yakini selama ini hanya lamunan belaka. Rangkaian angan yang aku susun di pojok perpustakaan asrama kini telah hancur berantakan dalam otakku. Tujuh hari berlalu bagiku tak bermakna apa apa. Kekosongan yang aku rasa dan hampa mewarnai hari-hariku. Selama itu, tak ada seorangpun yang berani mendekat walau sekedar menawarkan jasa. Kondisiku membuat semua orang bertanya-tanya. Sebenarnya, ada apa dengan diriku? Tapi, tak seorangpun berani mengajukan pertanyaan itu.
Tujuh hari berlalu, kondisiku semakin tak menentu. Tanpa ku sadari, seorang teman telah terusik untuk mempedulikan dirinya akan kondisiku. Kala itu, tengah malam sunyi sepi, aku duduk di taman asrama dengan tenangnya. Tiba-tiba sosok kecil menghampiriku. Ternyata dia,
Assalamu’alaikum........ucapnya
Ku lirik wajahnya yang samar di antara gelapnya malam. Ku pandangi matanya, ia balas pandanganku dengan tenangnya. Tak ada sebersit raut muka takut yang ku dapati. Tenang, ia tak kunjung menyusul kata salamnya dengan kata-kata lagi.
Wa’alaikumussalam. . ku jawab salamnya yang sedari tadi telah ku dengar.
Gimana keadaanmu teman? Tetap sehat khan??waras khan? Abdul menyerangku dengan pertanyaan bertubi.
Heh.......aku tersenyum.
Memangnya aku sakit apa, sekarang kamu lihat aku sakit atau sehat? Ku balilk bertanya.
Sehat lah....shihah wal ‘afiah. Jawabnya dengan senyum renyah keluar dari bibirnya.
Ya udah.. ku jawab dengan nada acuh.
Al.....ku ini temanmu, jangan kau anggap tak ada. Teman-teman yang lain pun sama, mereka juga temanmu. Kita peduli padamu, akan kondisimu.
Iya, aku tahu itu.
Bener, kamu nganggap ku temanmu? 
Iya.
Kalau begitu, ceritakan padaku. Ceritakan sebenarnya yang terjadi padamu. Karena dengan itu, aku akan tahu masalahmu. Kalau diam seperti ini suasana akan terasa kaku. aku dan teman juga tidak akan tahu apa yang bisa mereka bantu.
Aku tidak butuh bantuan. Tanggapku enteng.
Owh begitu...........ya. Jadi, kalau kamu mati nanti akan kau urus dirimu seorang diri. Tanpa bantuan dari orang lain. Terus, kalau nanti ada apa-apa yang terjadi denganmu, kamu akan diam saja dan tak akan berteriak ingin dibantu....terus kalau.
Tharrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrr........
Tangan kananku reflek menghujam pipi kiri abdul. Tamparanku membentuk bekas merah di pipinya
Cukup!!!!!!!!!!!!!!!teriakku.
Abdul menunduk sambil tangannya memegang pipi yang aku tampar.
Aku tak ingin di ganggu. Sekarang kamu masuk sana. Biarkan aku sendiri di sini.
Ya sudah kawan, mungkin kamu butuh waktu. Aku Cuma mau mengiingatkan saja,  Kalau kamu tidak hidup sendirian.
Abdul berkata lalu bergegas masuk meninggalkanku di taman sana.
Sungguh, aku tak berpikir apa yang dirasakan oleh orang se kelilingku. lepas kepergian Norin yang menyisakan duka lara membuatku buta akan semuanya. Norin, dengan entengnya mengucapkan kata-kata. Seakan tiada beban, tak berpikir jikalau kata-katanya menghancurkan asa dalam jiwa. Rasa sayangku selama ini seakan tak bermakna di matanya.
Di bawah langit malam ku bentangkan dada di atas rumput taman di depan Asrama. Aku pandangi bintang yang bertebaran di atas sana. Bulan yang bersinar tak luput dari pandangan mata. Pikiran melayang, terbang menelusuri waktu yang berlalu begitu saja. Memori ingatan di kepalaku berusaha menangkap rentetan peristiwa sore yang menyisakan luka. Tiba-tiba saja, wajah Ummi melesat seperti bayang-bayang misterius, damainya senyuman mbah Kyai hadir menyusul bayang-bayang wajah Umi. Aku pun terjaga, segera duduk bersimpuh dengan penuh keheranan. Pikiranku kembali pulang ke pangkuan jiwa setelah terbang tak tentu arah. wajah Umi dan senyum pak Kyai membuat diriku terhenyak. Aku pun sadar, Bayang wajah Ummi mengantarkan ingatanku pada pesan-pesannya. Senyum damai pak Kyai dalam lamunan mengingatkanku akan petuah-petuah yang selalu beliau sampaikan di saat pengajian.
Badanku gemetar seperti orang sakau. Aliran darah mendesir cepat bersamaan dengan detak jantung yang tak karuan. Badanku bagaikan disiram air. Serasa dingin, menggigil tapi segar.
Astaghfirullah....
Astaghfirullah....
Astaghfirullah....
Ampuni dosaku ya allah, aku telah berbuat dosa pada-Mu
Tobatku pada-Mu Wahai Dzat Maha Pengampun...
Mulutku terbata-bata mengucapkan lafadz istighfar. Benturan Gigi menghasilkan suara menggerutu, seperti orang yang kedinginan. Kali ini, Aku tak tahan dengan serbuan angin malam. Kemudian aku berlari segera menuju kamar dan mengambil selimut tebal. Tak henti-hentinya bibir ini mengucapkan lafadz Istighfar.
Tak lama aku sembunyikan tubuhku di balik selimut tebal. Seraya berucap lafadz taubat,otak berputar memikirkan dosa apa saja yang aku lakukan selama ini. Kewajiban apa saja yang telah aku tinggalkan. Setelah tubuh ini tak lagi merasakan dingin yang menghujam, aku berdiri, bergegas melangkahkan kaki menuju kamar mandi untuk membersihkan badan. Entah sudah berapa hari tubuh ini tak disentuh segarnya air.  Sekarang, aku baru berpikir, pantas saja tak ada yang berani mendekatiku selama ini, badan bau tak terurus, ditambah lagi dengan sikapku yang acuh terhadap semua  orang.
Setelah ku yakin badan ini telah suci dari semua kotoran, lalu ku bentangkan sajadah untuk menghadap kepada-Nya. ku angkat dua tanganku seraya mmengucapkan lafadz takbiratul ihram
Allahu Akbar.
Ku lantunkan ayat demi ayat firman-Nya. hati meringis, menangis meratapi kesalahan yang telah Aku lakukan. Ku tutup sholatku dengan ucapan salam. Tasbih ku renggut dan ku putar mengikuti hitungan bacaan yang ku lantunkan.
Dalam do’a ku panjatkan.
Ya allah.,.,Ya tuhanku
Hadir dalam hidupku
Hidup mati untukmu
Shalawat tuk Rasulmu
Aku tahu Engkau lau Maha pengampun
Aku tahu Engkau Maha penyayang
Aku lah umat Rasul-Mu, Nabi Muhammad Sang Penuntun
Yang tak lebih dari seonggok daging busuk penuh dengan dosa
Dengan penuh sesal, aku bertaubat kepada-Mu
Tak ku sadari betapa banyak dosa yang ku lakukan selama ini
Kian menumpuk bagaikan Gunung yang menjulang tinggi
Aku adalah Hamba-Mu yang lemah dan tak berdaya
Hanya karena Cinta ku abaikan kewajibanku
Hanya perasaan kecewa bisa membuatku lupa akan seruan-Mu
Mohon ampunan-Mu ya Allah
Jika memang cinta ini menyebabkan ku jauh dari-Mu, maka cabutlah nikmat cinta-Mu yang ada di hatiku padanya
Dan bila mungkin Cinta ini dapat membuatku semakin dekat dengan-Mu maka kiranya Kau berkenan menyatukan hatiku dengan Hatinya.
Ya Allah, jika aku jatuh cinta, cintakanlah aku pada seseorang yang melabuhkan cintanya pada-Mu, agar bertambah kekuatan ku untuk mencintai-Mu.  
Ya Muhaimin, jika aku jatuh cinta, jagalah cintaku padanya agar tidak melebihi cintaku pada-Mu  
Ya Rabbana, jika aku jatuh hati, jagalah hatiku padanya agar tidak berpaling pada hati-Mu. Ya Allah, jika aku rindu, jagalah rinduku padanya agar tidak lalai aku merindukan syurga-Mu. 
Ya Allah Engkau mengetahui bahwa hati-hati ini telah berhimpun dalam cinta pada-Mu, telah berjumpa pada taat pada-Mu, telah bersatu dalam dakwah pada-MU, telah berpadu dalam membela syariat-Mu. Kokohkanlah ya Allah ikatannya. Kekalkanlah cintanya. Tunjukilah jalan-jalannya. Penuhilah hati-hati ini dengan nur-Mu yang tiada pernah pudar. Lapangkanlah dada-dada kami dengan limpahan keimanan kepada-Mu dan keindahan bertawakal di jalan-Mu. 


Malam kian larut. lantunan do'aku perlahan terhenti. Ku dengar kepakan sayap kelelawar menggema di sekitar asrama,  terbawa tiupan angin segar. Ocehan kodok sawah lambat laun kian tak terdengar di telinga. Suara mereka yang sedari tadi memenuhi gendang telinga. Mungkin mereka sudah mulai mengantuk setelah semalaman bersuara ria. Aku rasa, mataku tak dapat dikompromi lagi. Tak lagi sekuat kemarin yang tangguh walau angin selalu menggodaku untuk segera melelapkan diri. Akhirnya, ku robohkan tubuhku di atas sajadah. Tak lupa, do’a ku panjatkan agar Allah senantiasa melindungiku di kala sadar maupun terlelap. Malam pun ku rasakan begitu tenang. Sedikit demi sedikit, pikiranku melayang, mulai merangkai mimpi di alam tak sadar.
Paginya, setelah shalat berjama’ah, aku mengikuti pengajian rutin yang diasuh langsung pak Kyai. Perasaan sudah lama ku tak mendengarkan nasihat-nasihat pak Kyai. Aku lihat para santri mulai mengambil posisi masing-masing. Sang muadzin melantunkan qosidah burdah yang dikarang syaikh al-Busyiri. Sebelum pak Kyai rawuh. Lantunan lagunya menghenyakkan jiwa, apalagi ketika aku mendengar baris bait
Maka kendalikanlah hawa nafsumu dan jangan diberikan kesempatan kepadanya untuk menguasai engkau,
Karena jika ia berkuasa, sudah pasti ia akan membutakan dan menulikanmu.


Tubuhku bergetar tatkala sang Muadzin melantunkan baris bait syair tersebut. Hatiku menangis dan menjerit. Betapa lemahnya diriku, pikirku. Aku berpikir, mengapa kesedihanku ini berlarut dan kian mencampakkan jiwaku. Apa pantas kecewa karena cinta lalu menyebabkan aku lupa akan tuhanku.
Owhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh tidak!!!!!!!!!
Al.,.,aly, sadar sadar. Ada apa denganmu?? Pak Kyai dah rawuh. Abdul yang duduk di sebelahku menyadarkan aku dari  ketidak sadaranku.
Astaghfirullah.,.,.,maaf dul.
Ambil wudlu’ gih……..
Pengajian pagi pun usai. Aku bergegas ke asrama. Dalam perjalananku balik ke asrama, ku terbayang akan dosa-dosa yang selama ini ku lakukan. Tak hentinya mulut ini mengucapkan lafadz istighfar. Dalam hatiku ku berucap..
Tidak boleh, aku tidak boleh larut dengan kesedihan ini. Kepergian Norin bukanlah akhir dari segalanya. Aku harus tegar,.,.
Ya, Aku harus tetap tegar.
Mulai saat itulah, aku mulai sadar. Lantunan baris sya’ir burdah itu sangat menyentuh, sya’ir itu seakan memberikan kekuatan pada diriku. Membangunkan ku dari dunia gelap paska kekecewaanku.
Pelan,.,.aku berucap seraya melangkan kaki,
Norin, kini kau pergi…..
dari hidupku
tapi itu tak lantas membuatku hancur.
Kau pun akan melihat, sekarang aku bisa tegar walau tanpa dirimu.
Aku masih punya TuhanKu
Yang selalu menyayangi dan mengasihi ku setiap waktu.


                                                                                                                                                   jogjakarta, 18 Januari 2011

0 komentar:

Posting Komentar

Social Icons