Rabu, 21 Agustus 2013

AHL AL-KITAB Makna dan Cakupannya



Judul               : AHL AL-KITAB Makna dan Cakupannya.
Pengarang       : Dr. Muhammad Galih
Penerbit           : Paramadina
Tempat terbit   : Jakarta
Tahun terbit     : 1998
Isi buku           :-jumlah halaman         : 208
                         -ukuran                       : 15x21 cm
 -metode penafsiran    : Maudhu’i (Tematik).

*      Buku ini menyajikan uraian mengenai ahl-kitāb dengan menjadikan Al-Qur’an sebagai acuan dasarnya. Pembahasannya tidak hanya dibatasi pada ayat-ayat yang secara eksplisit menggunakan term ahl-kitāb, tetapi juga term-term lain dalam Al-Qur’an yang mengandung makna ahl-kitāb.
*      Kajian yang digunakan adalah kajian Qur’ani maka digunakan pendekatan historis dan pendekatan tafsir. Metode yang dipilih adalah metode maudhi’i.
*      Langkah yang ditempuh dalam mengungkapkan wawasan Al-Qur’an tentang ahl-kitāb adalah: 1) menghimpun semua ayat yang secara jelas menyebutkan term ahl-kitāb dan term-term lain yang menunjuk pada ahl-kitāb, 2) menelusuri pendapat-pendapat ulama tentang ahl-kitāb, 3) mengungkapkan sikap dan perilaku ahl-kitāb, dan 4) menguraikan pandangan Al-Qur’an terhadap ahl-kitāb dengan mengungkapkan seruan dan peringatan Al-Qur’an yang tampak memperlihatkan pernyataan bersahabat dengan ahl-kitāb, kecaman-kecaman terhadapnya serta petunjuk Al-Qur’an berkaitan dengan interaksi sosial dalam kehidupan kemasyarakatan dan batas-batasnya, 5) kesimpulan berdasarkan pembahasan sebelumnya dan menjawab permasalahan yang dikemukakan.
*      Term yang secara langsung menyebut ahl-kitāb ditemukan sebanyak 31 kali dalam Al-Qur’an, yang tersebar dalam 9 surat. Terdiri dari makiyyah yakni al-Ankabut dan yang lainnya madaniyyah. [1]
*      Term-term yang sepadan dengan term ahl-kitāb : a) al-ladzīna ātainā hum al-kitāb, kesan yang diperoleh dalam penggunaan kata ini adalah adanya unsur penerimaaan dan pengagungan mereka terhadap kitab suci yang diturunkan Allah sedang khitāb ditujukan kepada ahl-kitāb (Yahudi dan Nashrani)[2], b) al-ladzīna ūtū al-kitāb, dalam hal ini menggambarkan sikap yang diberi kitab yang berpecah belah setelah datangnya Rasulullah Saw.[3] c) al-ladzīna ūtū nashīban min al-kitāb, term ini semuanya bersifat kecaman terhadap sikap dan perilaku mereka yang serba buruk[4], d) al-ladzīna yaqr’ūna al-kitāb min qablika, term ini lebih mengacu kepada Yahudi dan Nashrani, terutama mereka yang masih berpegang kepada ajaran kitab suci mereka.[5]
*      Term-term yang secara tidak langsung menunjuk kepada ahl-kitāb dalam Al-Qur’an yakni Banī Israīl, al-ladzīna hādū, Hūdan, al-Yahūd, al-Nashārā, ahl al-injīl.
Contoh penafsiran:
Surat al-Ankabut: 46-47
ولا تجادلوا أهل الكتاب إلا بالتي هي أحسن إلا الذين ظلموا منهم وقولوا آمنا بالذي أنزل إلينا وأنزل إليكم وإلهنا وإلهكم واحد ونحن له مسلمون. وكذلك أنزلنا إليك الكتاب فالذين آتيناهم الكتاب يؤمنون به ومن هؤلاء من يؤمن به وما يجحد بآياتنا إلا الكافرون
“Dan janganlah kamu berdebat dengan ahl kitāb melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang yang dzalim diantara mereka, dan katakanlah: “ Kami telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepda kami dan apa yang diturunkan kepada kamu; Tuhan kami dan kamu adalah satu; dan kami hanya berserah diri kepada-Nya. Dan demikian (pulalah) Kami turunkan kepadamu al-Kitāb (Al-Qur’an) maka orang-orang yang telah Kami berikan kepada mereka al-Kitāb, mereka berfirman kepadanya (Al-Qur’an); dan di antara mereka (orang-orang kafir Mekah) ada yang berfirman kepadanya. Dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat Kami selain orang-orang kafir”.
Penjelasan:
Ayat tersebut memberikan gambaran kepada umat Islam dalam berinteraksi sosial dengan ahl kitāb, terutama ketika membahas sesuatu yang berkaitan dengan ajaran agama, hendaknya masalah tersebut didiskusikan dengan cara yang sebaik-baiknya. Al-Qur’an mengecualikan ahl kitāb yang berlaku aniaya yaitu orang-orang yang setelah diberikan kepadanya keterangan-keterangan dan penjelasan-penjelasan dengan cara yang paling baik, mereka tetap menbantah dan membangkang serta tetap menyatakan permusuhan.
Ayat di atas merupakan satu-satunya ayat Makkiyah yang menggunakan term ahl kitāb. Sementara itu, menurut catatan ssejarah, interaksi sosial dengan ahl kitāb, baik Yahudi maupun Nasrani, baru berjalan secara intensif pada periode Madinah. Karena itu, sebagian mufasir menyatakan bahwa ayat ini sudah dinasakh oleh ayat-ayat tentang perang, sehingga tidak mujā dalah dengan ahl kitāb. Hal ini berarti bagi ahl kitāb hanya ada tiga pilihan, yaitu masuk Islam, membayar jizyah atau berperang. Pendapat seperti ini dianut antara lain oleh Qatadah, dengan berargumentasi bahwa ayat ini adalah ayat Makkiyah


[1]  Muhammad Galih, Ahl Kitāb; makna dan cakupannya, (Jakarta: Paramadina), hlm. 20
[2]  Muhammad Galih, Ahl Kitāb; makna dan cakupannya, (Jakarta: Paramadina), hlm. 38
[3]  Muhammad Galih, Ahl Kitāb; makna dan cakupannya, (Jakarta: Paramadina), hlm. 41
[4]  Muhammad Galih, Ahl Kitāb; makna dan cakupannya, (Jakarta: Paramadina), hlm. 45
[5]  Muhammad Galih, Ahl Kitāb; makna dan cakupannya, (Jakarta: Paramadina), hlm. 47

0 komentar:

Posting Komentar

Social Icons