Panas-panasan demi Misi kemanusiaan
Siti menengguk segelas es jeruk pesanannya. Hari
ini terasa panas, dia mengalami dehidrasi setelah seharian berdiri di tengah
teriknya matahari, tegak mendongak dengan wajah sopan di antara mobil yang hulu
halang di jalan raya. Mengharap uluran tangan dari para dermawan . Tepat di
lampu merah perempatan Mangli, ia bersama kawan-kawannya yang tergabung
dalam organisasi ekstrakurikuler kampus yang mengadakan penggalangan dana untuk
para korban merapi dan Mentawai. Berbaur di tengah aktifitas jalan raya yang
lumayan padatnya.
Memang, pasca terjadinya bencana di Mentawai dan
meletusnya Gunung teraktif se-dunia, Merapi, banyak dari berbagai Ormas maupun
Organisasi-organisasi lain menunjukkan kepeduliaannya untuk memberikan bantuan
di beberapa daerah di Indonesia untuk membantu para korban bencana.
Bencana yang terjadi di dua daerah di negeri ini menewaskan banyak korban.
Selain itu juga, rusaknya beberapa fasilitas umum serta hancurnya tempat
tinggal masyarakat setempat membuat situasi semakin memprihatinkan. Dunia
dibuat terkejut dengan tejadinya bencana yang terjadi negeri ini. saat itu mata
dunia tertuju kepada mentawai dan merapi. Baik dalam negeri maupun luar negeri,
semua orang bersimpati untuk membantu dengan bentuk pertolongan yang
bermacam-macam. Terlebih di kalangan Mahasiswa, bencana ini seakan menjadi
panggilan tuhan untuk menolong terhadap sesama. Maka dari itu, mayoritas
Mahasiswa yang tidak dapat menyumbangkan bantuan dalam bentuk materi, mereka
berpatisipasi aktif dalam upaya penggalangan dana. Mereka menunjukkan empatinya
dengan tampaknya peluh yang tertetes dari wajah yang penuh semangat
kemanusiaan.
Siti yang notabene Mahasiswa di salah satu PT di
jember sekaligus aktif di salah satu organisasi ekstra ikut bergabung dalam
bantuan kemanusiaaan itu. Wajah cantiknya tak lagi ia urusi. Jika setiap
harinya dipoles dengan bedak serta tubuhnya yang wangi, saat itu dia tidak lagi
memperhatikan itu semua, demi misi kemanusiaan dia rela membasahi tubuhnya dengan
tetesan peluh.
''Berapa bu?''ujar siti kepada ibu
penjual nasi dengan penuh kepuasan.
Ibu penjual: ''dua ribu ndok.''
Setelah memberikan dua lembar uang pecahan seribu
kemudian ia bergegas pergi meninggalkan tempat makan itu menuju pondoknya.
Selama ini ia tinggal di salah satu Pondok yang jaraknya tidak terlalu
jauh dengan kampus. Hal itu tidak lain karena keinginan Orang tuanya yang tidak
ingin anaknya itu berada d lingkungan yang pergaulannya bebas.
Tak lama ia melangkahkan kakinya, pondok sudah
tampak di depan mata. Siti langsung masuk gerbang dan buru-buru masuk
kamar. Hari sudah mulai malam, saatnya untuk membersihkan diri setelah
seharian berkutat dengan debu dan polusi di jalan.
Sesampainya di kamar,teman sekamarnya yang
bernama Ana menyapa, gimana ti?lancar kan?
Alhamdulillah lancar, hari ini sudah terkumpul
dana sekitar dua juta lebih.
Ana:''wah,banyak juga ti.''
Siti:''lumayanlah tapi ini masih belum cukup.
Kebutuhan para korban bencana Merapi sangat banyak.''
''Besok, aku harus stand by lagi di
perempatan an.''
''Ya, kalau dua juta mana cukup buat beli
kebutuhan korban na, kamu ini ada-ada ja. ujar Siti
''Ya kalau kamu besok harus stand by lagi,
gpp. Kapan lagi jadi polisi lalu lintas and penjaga lampu merah kalau gak
sekarang ti....''ucap ana ngeledekin siti. Diteruskan dengan tawa Ana yang
keras.
Hahahahaha..........
''Kamu ini an, misi kemanusiaan ini tahu,
kalau gak bukan karena ingin menolong,mana mau aku panas-panas an di
tengah jalan yang polusinya minta ampun,''
''Amit amit dech....siti berkata sambil
tangannya merogoh anduk.''
''Haha, iya juga yah,eman-eman ni kulit......''ucap
Ana dengan nada sinis
''Kamu ini an............y dah ku mandi dulu
yah, bau nih badan seharian keringetan.''
Ana; ''pantesan dari tadi kok da bau –bau
giman gitcuh,,,,,,,,,,''
Siti:''baumu kali ntuh
an...................''
Hahahahahahahahahahaha
Serentak mereka tertawa bersama. Sebuah
bentuk canda sesama sahabat.
Siti pun cepat-cepat masuk kamar mandi biar
si Ana tidak ngatain yg aneh-aneh lagi.
Siti mengenal Ana sejak masih belajar di
pondok pesisir sana, pertemanan antara mereka terjalin begitu dekat hingga di
antara mereka seperti saudara. Tak lama siti keluar dari kamar mandi
dengan mengusapkan handuk ke kepalanya agar rambutny yang basah cepat kering.
Dari corongan masjid terdengar suara adzan, menandakan waktunya untuk shalat
berjamaah. Siti mempercpat gerakan ganti bajunya.
''Sitiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii.............cepet!dah
hampir iqomah ni. Entar absen lagi loh...''
Terdengar suara teriakan keras ana memanggil siti
agar cepat keluar.
''Iya ya....bentar, gak sabaran amat sich itu
orang''.gumam siti sambil bergegas menyusul Ana yang udah menunggunya di
luar.
Allahu akbar2x
Asyhadu'an laa ilaaha ill allah
Wa'asyhadu anna muhammadan rasulullah
Hayya 'ala ash-shalah2x
Hayya 'ala al-falah
Qad qaamati ash-shalah2x
Allahu akbar2x
Laa ilaaha illa allah
Para jamaah Masjid satu persatu turun. Setelah
melaksanakan shalat Maghrib bersama-sama, dilanjutkan dengan dzikir kalimah
ilahi, doa menjadi penutup acara shalat berjamaah. Di pimpin oleh seseorang
yang dipercayai pengasuh pondok, para jama’ah memanjatkan doa kepada Allah SWT.
Terlihat Siti dan Ana keluar dari masjid dengan mukena yang masih dipakai
setengah badan. Dari jauh, mereka seperti ngobro ringan sambil berjalan menuju
asrama. Asrama puteri ramai dengan para santriwati yang sedang melakukan
aktifitasnya masing-masing. Dari sebagian mereka, Nampak berkumpul
memperbincangkan sesuatu, ada juga yang bersiap-siap keluar cari makan. Lain
lagi dengan Siti, selepasnya dari shalat berjama’ah dia langsung menatap
lemarinya, berantakan. Pikir siti. Tangan siti membuka lemarinya, mengamati
sejenak semua isi yang dalam lemarinya. Lemari yang terbuat dari kayu berbentuk
sederhana. Cukup lah buat menyipan baju dan tumpukan buku. Mata Siti menatap
satu persatu barang-barangnya,.,.
”Masih baik, gak ada yang rusak.....buku-buku
masih lengkap”. Siti bergumam sembari membolak balik buku yang baru ia
dapat seminggu yang lalu.
Setelah puas melihat, pikirannya langsung
menyetrum tangannya untuk segera menata ulang lemarinya. Dimulai dari rak buku,
siti Mengeluarkan semua isi bukunya dari lemari. Satu persatu dari sekian
banyak buku ia letakkan kembali, buku-buku itu ia letakkan berdiri dengan
tujuan agar judul buku dapat dijangkau oleh mata apabila suatu saat ingin
membacanya. Sejak Siti melanjutkan pendidikannya di jenjang perkuliahannya.
Sedikit demi sedikit, Ia muai gemar membaca buku-buku ilmiah. Kegemaran
membacanya sudah tumbuh ketika ia masih duduk di bangku SMP. Saat ia
melanjutkan di SMA Pondok di pesisir sana, kegemarannya dalam membaca tidak
hilang. Siti menggemari Novel sebagai bahan bacaannya. Menurut dia, Novel
adalah bacaan yang ringan tapi terkadang juga menggugah.
Tak disadari, pekerjaannya merapikan lemari sudah
hampir selesai. Tiba-tiba
Crtrctrtctrtcctrt.................
Perut Siti berbunyi, tandanya ia sudah saatnya
diisi makanan.
Wooooooooooooooi.....
“Ah , kamu an.,.bikin kaget ja...”siti
terkejut dengan kedatangan Ana secara tiba-tiba.
“Makan yuuukz, laper ne perut. Dari tadi demo
terus.” Ucap Ana dengan wajah merayu.
“Kebetulan an....aku juga laper”.siti
menjawab ajakan Ana.
“Makanya, Ayuk cepetan............”Ana
menarik tangan Siti.
“Ya ya,., dasar gak sabaran.!”
0 komentar:
Posting Komentar