Jumat, 11 Oktober 2013

Kepada Teman


Kita dekat, begitu dekat seperti kedekatan kaki musafir dan jalanan. Mata kita saling membuka tapi enggan menatap. Telinga kita mendengar tapi enggan menyimak. Tubuh kita bersama tapi hati kita dalam dunia yang berbeda. Oh kawan, sungguh hidup terlampau bijaksana hingga kita tak mampu mencerna setiap isyarat yang dibahasakan dedaunan dan desau angin pada pepohonan.
Kita dalam satu ruang sempit dunia, tapi perasaan kita tak pernah bersama. Aku nelayan, engkau petani yang tak peduli seberapa banyak kutangkap ikan-ikan. Aku nelayan yang tak pernah tahu seberapa banyak hasil panen yang kau dapatkan. Padahal begitu sempit dunia kita dalam sebuah ruang. Hanya pada satu ruang yang padat oleh kesepian.
Kau sadar, pisau yang di ruang itu, ruang tempat di mana kita sering bertemu, terbuat dari perasaan dan sifat dengki. Kau asah, Kupapah, hingga hati kita sama-sama diliput oleh gelisah. Sadarkah kau bahwa suatu saat pisau itu akan menghunjam dada kita, menusuk-nusuk, mencabik-cabik tubuh kita sampai kita gugur oleh senjata yang kita ciptakan sendiri. 
Maka, Sebelum kita membunuh atau terbunuh, Cabiklah dadaku, Belahlah sampai darah mengalir menjelma kata, menjadi isyarat bahwa ada sebongkah hati yang menuntut kita untuk selalu bersama. Selamanya.


0 komentar:

Posting Komentar

Social Icons