Aku tak lagi bisa memandang wajahnya lagi. Lepas kepergiaannya ke kota nan jauh membuat suasana hati terasa sepi. Tak ada lagi gelak tawa lepas yang biasa ku dengar tiap kali ku bertemu dengannya. Pengumuman beasiswa itu serasa telah merenggut dirinya dariku. Tapi, aku pun tidak boleh egois, itu pun juga demi kebaikan dia.
Norin , biasa orang-orang memanggil dirinya memutuskan untuk ikut ujian beasiswa di salah satu perguruan tinggi di jawa tengah, tepatnya Jogjakarta. Ia tertarik dengan tawaran beasiswa itu waktu hafid temannya membawakan pengumuman beasiswa itu dari kampusnya. Hafid salah seorang teman dekatnya yang meneruskan di Jogjakarta, perguruan tinggi yang nantinya akan menjadi kampus Norin jika ia lolos seleksi beasiswa tersebut.
Sebelumnya, Norin melanjutkan di Perguruan Tinggi Agama Islam Nurul Huda, tempat ia mondok dan sekolah menengah pertama(SMP) dan atas(SMA). Nah, ketika itu aku bisa bertemu dengannya walaupun tidak tiap hari. Aku baru bisa melihat dan bicara dengannya apabila ada waktu kuliah. Maklum, pondok tempat aku mencari ilmu membatasi pertemuan antara Santri putra dengan santri putri.mkanya, waktu kita bertemu pun ikut terbatas. Itu pun secara sembunyi sembunyi.
Siang itu, kampus nampak ramai. Sepertinya ada acara di aula kampus, entah acara apa yang di adakan . aku bukan tipe orang yang senang dengan acara seperti itu. Aku berangkat ke kampus hari itu karena ada jam mata kuliah. Sebelum berangkat, aku berharap semoga bisa bertemu Norin. Lama tak jumpa dengannya di kampus. Tiba-tiba, selesai kuliah Ia menghampiriku. Sepertinya ada yang ingin dia bicarakan denganku. Betul, ia menghampiriku dengan wajah menunduk.
Norin memanggilku,
Maz Aly……
Dek,.,kemana aja kok gak pernah keliatan? Tanyaku
Aku pulang mas ke rumah. Ada sesuatu yang harus di urus. Jawab Norin lirih
Ada urusan,,apaan dek???tanyaku
Kebetulan, maksud adek menemui mas ingin membicarakan ini. Norin menanggapi pertanyaanku.
Kemarin, waktu libur ramadhan, hafid main ke rumahku. Dia membawa sebuah amplop. Setelah aku buka, ternyata isinya pengumuman beasiswa di salah satu perguruan tinggi di Jogjakarta. siti menghentikan bicaranya lalu mengambil nafas dalam-dalam.
Truz…..pintaku padanya untuk meneruskan ceritanya.
Katanya dia mau nitip kertas pengumuman itu sama aku, biar dibawa ke pondok. Waktu itu aku baca isi pengumuman itu, beasiswa yang ditawarkan lumayan mas. Setelah hafid pergi, aku kasih amplop itu sama bapak dan ibu. Setelah membaca pengumuman itu, ibu menyuruhku untuk ikut beasiswa itu. Katanya biar mengurangi beban orang tua. Nah, setelah ku piker-pikir benar juga apa yang di katakana ibu dan bapak.
Lantas,kamu mutuskan untuk ikut seleksi beasiswa itu?tanyaku.
Norin menjawa sambil menundukkan kepala…..
Iya mas…..
Pikiranku kalut,.,.setelah mendengarkan apa yang dikatakan norin tadi sore. Benar-benar sangat membuatku kacau. Memang ini belum tentu terjadi, akan tetapi jika memang hal ini yang harus terjadi, maka aku harus siap-siap ditinggalkannya. Hari-hari di kampus akan terasa tak bergairah jika tidak ada Norin.
************************************************************************<<<<<<<<<<””
Langit mendung menyelimuti kawasan Situbondo dan sekitarnya. Angin kian tak bersahabat, kencang menguap mengalir hingga meruntuhkan dedaunan. Pohon kelapa ikut bergoyang mengikuti arah mata angin. Akarnya yang kokoh berusaha menahannya agar batang yang menjulang tinggi itu tidak roboh. Pagi itu serasa mencekam. Debu yang berhamburan karena tiupan angin membuat seragam para santri yang hendak berangkat sekolah kusam. Cuaca buruk tidak lantas kegiatan belajar mengajar terganggu. Sekolah tetap msuk dan kegiatan berjalan seperti biasanya.
Para santri baik putra maupun putri terlihat hilir mudik di sepanjang jalan pesantren. Dengan mengenakan baju seragam serta beberapa buku pelajaran di tangannya . Suasana seperti itu biasa dan menjadi p[emandangan sehari-hari. Melihat pemandangan seperti itu, aku ingat akan kenangan semasa masih duduk di bangku SMA. Berangkat pagi dengan seragam seadanya, buku pelajaran bertumpuk menjadi barang bawaan sehari-hari.
Jarum jam menunjukkan angka jam 09.00. aku bergegas dari dudukku, hari itu ada kuliah. Setelah membersihkan muka, aku berangkat ke kampus . kampus terlihat lengang, sepi. Sedikit mahasiswa yang datang ke kampus waktu itu. Lama menunggu di depan kelas, dosen pengampu kuliah tak juga datang, mungkin yang bersangkutan lagi malas untuk mengisi hari ini. Bosan sendirian, aku pun menghampiri teman-temanku yang sedari tadi berceloteh membuat suasana gaduh.
Tak lama, terdengar suara perempuan memanggil.
Mas………..
Ku tolehkan kepala, ternyata Norin memanggilku. Aku menghampirinya.
Aku dan norin memilih sisi kanan emperan kampus untuk tempat berbincang.
Mas………….
Ada apa dek….?????tanyaku.
Tadi sore aku dapat telpon panggilan dari kantor pesantren. Ternyata ibu yang menelpon aku.
Owh,.,terus apa katanya????aku menanggapinya dengan pertanyaan
Ibu memberi tahuku.,.,.,.,.,.,
Suara Norin terhenti.
Apa dek?tentang beasiswa itu. Tanyaku
Iya mas. Kata ibu, tadi hafid menelpon orang rumah, dia bil;ang katanya aku lulus seleksi beasiswa yang kemarin itu.
Norin melanjutkan penjelasannya.
Terus katanya orang rumah setuju semua kalau aku nerusin di sana. Tapi itu sih terserah aku juga, kalau aku memang ingin mengambil beasiswa itu, bapak siap mengurus administrasi pondok untuk aku berhenti.
Owh.,.terus keputusan kamu mau ngambil beasiswa itu atau gak??tanyaku dengan nada lemas menahan sesak di dada.
Suasana berubah hening, tak ada kata tak suara. Norin tak menjawab pertanyaanku. Sepatahpun ia tak berbicara. Ia hanya menunduk sambil tersedu. Namun, kemudian ia mendongakkan kepala. Aku lihat matanya berkaca-kaca. Sepertinya ada air mata yang tertahan di kelopak matanya . Aku pun mengulang pertanyaanku.
Terus kamu mau ngambil atau gak dek?
Kembali ia menundukkan kepala. Seakan ada sesuatu yang berat hingga membuatnya tak berdaya untuk menjawab pertanyaanku. Aku hanya bisa diam dan menunggu apa yang akan dikatakannya. Diam membisu.
IYA./. suara Norin memecahkan suasana hening.
Mendengar jawabannya hati bergemuruh. Darah mendesir cepat melewati sendi-sendi. Degup jantung kian kencang tak teratur. Pikiranku melayang, tak terasa mataku dipenuhi dengan air mata meski tak sampai jatuh ke tanah. Satu kata dari Norin membuatku lemas tak berdaya, apa nantinya jika aku harus berpisah dengannya. Satu kata yang ia katakan bagaikan bom detik yang sedari tadi menancap di dada. Kini, Bom itu meledak, menghancurkan hatiku dan pikiranku. Namun, aku tak ingin orang yang aku sayangi tahu akan kesedihanku. Segera ku usap air mataku lalu ku dongakkan kepala. Ku atur nafasku perlahan sebelum aku berkata, agar tak salah berkata kemudian membuat Norin sedih.
Wah, bagus dek, itu keputusan yang tepat. Kesempatan yang seperti ini jarang-jarang lho didapat oleh orang lain. Berarti kamu memang the best dech. Aku berusaha merangkai kata sedemikian rupa dan membumbuinya dengan senyuman walau itu harus ku lakukan dengan terpaksa.
Kamu gak keberatan dengan keputusanku ini mas????pertanyaan yang meluncur dari bibir manis Norin.
Enggak dek,.,.,.,.,justru mas bangga sama kamu karena berhsil lulus seleksi beasiswa ini.
Dalam hati, aku berkata
Alangkah munafiknya diriku ini, padahal aku sangat terpukul dengan keputusannya. Tapi, biarlah dia menentukan. Mungkin ini jalan kesuksesannya.
Mas,.,.,.mas aly,.,.,
Ya dek.,..,.aku terperangah dari lamunanku.
Mas,.,tempat aku kuliah nanti sangat jauh. Dan itu tidak memungkinkan kita unutk bertemu seperti hari-hari sebelumnya. Siti berucap kepadaku
Iya dek.,.,.,tanggap aku.
Kalau memang keadaan ini membuat kamu tersiksa. Kamu boleh kok mas mencari yang lain.
Duaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaarrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrr!!!!!!!!!!!!!!!!!!
Kini, mataku tak lagi dapat menahan air mata. Jantungku berdetak kencang sekencang suara kaki kuda bertapal yang berlari. Lemas,..,.lidah tak kuat bergerak, mengangkat kepala pun ku tak mampu,.,.diam tanpa kata. Kata-kata Norin membuatku lemas tak berdaya. Aku hanya bisa menundukkan kepala. Hanya samar ku dengar, isakan tangis Norin yang berirama di gendang telinga.
Ya dah mas,.,mungkin besok lusa aku berangkat ke jogja. Ini menjadi pertemuan terakhir kita. Assalamu’alaikum. Baik-baik di sini ya mas.
Setelah mengucapkan kata-kata itu, siti kemudian pergi tanpa ku sadari. Ia berlari dengan isakan tangis. Berlalu dari menuruni tangga.
Wa’alaikumussalam……….aku hanya dapat menjawab salamnya.
Sadar, ku lihat kampus lengang tak ada orang. Tak lagi terdengar ramainya celoteh teman-teman. Dengan berat ku melangkahkan kaki. Kembali ke Asrama dengan hati hancur dan mulut membisu.
Sore itu menjadi sore yang buruk bagiku. Pertemuanku dengan Norin membuahkan sedih berlarut dalam hatiku. Tak ada lagi semangat. Sesampainya di Asrama ku langsung duduk, ototku lemas tak kuat berjalan. Pikiran melayang…
Norin, mengapa kau berkata begitu?
Teganya dirimu. Bukankah kamu tahu kalau aku sangat menyayangimu.
Aku tidak akan meninggalkanmu walau kini jarak dan waktu menghalangiku tuk bertemu denganmu.
Ku sulutkan sebatang rokok. Sepulan asap keluar dari mulutku, ku isap dalam-dalam asap rokok itu. Ku jadikan kau korban kekesalanku.
AHeh…..
ku setengah tersenyum saat mengingat kejadian yang baru saja terjadi. Siang dan malamku, kala itu ku habiskan dengan mengisap rokok, duduk, terlentang, berdiri, lalu duduk lagi. Entah mengapa hati ini begitu risau. Kamarku bagai pabrik, penuh asap dan bau rokok menyesakkan dada. Karena pengaruh nikotin yang terkandung dari batang-batang rokok yang ku hisap, aku pun terlelap.
**********************************************************************>>>>>>>>>>>_/|
Pagi menjelang, matahari menampakkan sinarnya. Hangat terasa menyentuh tubuh ku yang kaku. Masuk ke sela-sela kamarku yang kusam. Mataku dibuat melek karenanya karena tak kuat menerima sinarnya. Ku terbangun, dan sadar kalau semleman aku tak bangun dan melewatkan kewajiban sholatku. Ku lewati fajar dan tinggalkan shubuh, dosaku….padahal itu kewajiban.
Hari sabtu, hari itu aku sadar kalau ada waktu kuliah, tapi entah kenapa tubuhku terasa lemas. Perut mual keroncongan karena mulai kemarin lusa tak diisi makanan sedikitpun. Setelah kejadian sore itu, tak ada lagi semangat hidup dalam diriku. Tak terbersit sedikitpun tuk berangkat ke kampus dalam benakku. Kuputuskan untuk tidak berangkat kuliah, ku sia-siakan waktuku hanya dnegan merokok.merokok dan merokok. Korban kesedihanku.
Ku dengar kabar kalau Norin sudah berangkat ke jogja. Tadi pagi ia berangkat bersama dengan bapaknya. Meninggalkanku sendiri tanpa kabar atau pun secarik kertas yang membawa kabarnya. Setelah kepergiannya ke kota Jogjakarta, aku tak pernah masuk kuliah, pikirku….
Buat apa lagi aku kuliah, kalau Norin tak ku temui di kelas.
Selama satu bulan, aku menyiksa diriku dengan batang-batang beracun. Tak ku acuhkan lagi kesehatan, tak ku pikirkan lagi pendidikan. Pikiran terus melayang terbang…….tak tentu arah. Kejadian sore itu selalu menghantui ku, dan itu semakin memperparah keadaanku. Hamper sebulan ku lalui masa-masa yang memuakkan
Norin,.,
Andai kau tahu
Bahwa aku sangat menyayangimu
Aku tak ingin berpisah denganmu
Jangan kau siksa diriku dengan cintamu
Sampaikan sedikit kabar tentang keadaanmu
Dari jogja, nan jauh di sana,.,
Tahukah kamu…
Bahwa itu kan jadi obat penenang hatiku.,.,.,
Jogjakarta, 16 januari 2011
5:22
0 komentar:
Posting Komentar